JAKARTA, KOMPAS.com - Proses tahapan Pemilu 2019 akan berlangsung dengan jadwal waktu yang ketat. Bila tahapannya molor, bisa membuka pintu munculnya gugatan terhadap hasil pemilu.
"Ya tentu (rawan digugat), orang kan bisa menafsir macam-macam," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum RI, Arief Budiman, di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Jumat (21/7/2017).
Sebagai contoh, dalam proses pendaftaran dan penetapan partai politik peserta pemilu, KPU hanya punya waktu 4 bulan.
Sesuai aturan dalam undang-undang, proses penetapan partai politik peserta pemilu harus 14 bulan sebelum hari pemungutan suara.
KPU telah menyepakati pemungutan suara akan dilangsungkan pada 17 April 2019. Sehingga, pada Pemilu 2019 pendaftaran parpol peserta pemilu dimulai pada Oktober 2017.
Jika penetapan parpol peserta pemilu molor, hal semacam ini bisa ditafsirkan tidak sesuai ketentuan undang-undang. Hasil pemilu pun berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi.
"Sama persis dengan besok ini, kalau misalnya pengundangan undang-undang (pemilu) ini lambat, sudah masuk Agustus, bisa saja itu menimbulkan perdebatan, 'Kok KPU belum mulai tahapan, sudah masuk bulan Agustus'," ujar Arief.
(Baca juga: KPU Mulai Tahapan Pemilu 2019 pada Agustus 2017)
Namun, andaikata penetapan partai politik peserta pemilu waktunya tidak sesuai ketentuan, dia menilai hal tersebut belum termasuk pelanggaran undang-undang.
"Ya sebetulnya tidak juga karena ada putusan hukum baru, ada fakta hukum baru, tetapi itu kan bisa mengganggu tahapan yang lain karena menyelenggarakan pemilu itu kan tahapannya ketat. Satu tahapan terganggu dia akan mempengaruhi tahapan berikutnya," ujar dia.