4. Setya Novanto
Novanto diduga menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatannya.
Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara, perekonomian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam proyek e-KTP.
(Baca: Setya Novanto: Tuhan Maha Tahu Apa yang Saya Lakukan )
KPK menduga Novanto menggunakan Andi Narogong untuk mengkondisikan proyek yang menggunakan anggaran senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Kaitan antara Novanto dan Andi Narogong diketahui setelah KPK mencermati fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, untuk terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
Novanto melalui Andi juga ikut mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.
Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan oleh konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI). Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
Adapun proses penentuan pemenang lelang itu dikoordinasikan oleh Andi Narogong. Dalam surat tuntutan jaksa, Novanto dan Andi Narogong disebut akan mendapat sebesar 11 persen dari proyek e-KTP, atau senilai Rp 574.200.000.000.
5. Markus Nari
Markus ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mencermati fakta persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Markus Nari sebagai tersangka.
(Baca: KPK Telusuri Uang Rp 4 Miliar yang Mengalir ke Markus Nari)
Markus Nari diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau sebuah korporasi dalam pengadaan e-KTP.
Markus diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek e-KTP di DPR.
Pada tahun 2012, saat itu dilakukan proses pembahas anggaran untuk perpanjangan proyek e-KTP sekitar Rp 1,4 triliun.
Markus diduga meminta uang kepada Irman, pejabat Kemendagri yang sekarang sudah berstatus terdakwa di kasus e-KTP. Markus diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar. Sebagai realisasi permintaan tersebut, Markus diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar.
KPK sedang mendalami indikasi penerimaan ataupun pemberian lain, baik pada Markus ataupun pihak lainnya.
Tak hanya itu, KPK sebelumnya sudah menetapkan Markus sebagai tersangka pada perkara menghalangi atau merintangi penyidikan yang dilakukan KPK di kasus e-KTP.
Markus diduga memengaruhi anggota DPR Miryam S Haryani untuk memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus korupsi e-KTP.
Sementara itu, Miryam juga sudah berstatus tersangka. Ini terkait dengan perkara pemberitan keterangan palsu pada sidang e-KTP di pengadilan Tipikor dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Tersangka baru
KPK menyatakan tidak menutup kemungkinan ada lagi tersangka di kasus korupsi e-KTP. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan cukup banyak nama yang terdapat dalam surat dakwaan kasus e-KTP.
Seperti diketahui, puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.
Dalam dakwaan, menurut KPK, ada kesepakatan sebesar 51 persen dari anggaran Rp 5,9 triliun, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal.
Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan-bagikan ke Kemendagri, anggota DPR RI, dan keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. Dalam dakwaan yang disusun jaksa, ada 38 nama yang disebut menerima aliran dana e-KTP.