Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembubaran HTI Dinilai Bukan Langkah Sewenang-wewenang

Kompas.com - 20/07/2017, 01:26 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Kaukus Pancasila DPR RI Eva Sundari menilai pencabutan status hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai langkah yang tepat, sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Menurut Eva, langkah tersebut merupakan bentuk ketegasan pemerintah dalam menertibkan ormas anti-Pancasila dan empat pilar demokrasi, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

"Saya melihat ini sebagai ketegasan pemerintah untuk melakukan penertiban dan demokrasi kita sesuai dengan koridor empar pilar," ujar Eva usai menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Sudah Tepatkah RUU Pemilu dan Perppu Ormas? di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (19/7/2017).

Eva memandang, langkah pembubaran HTI bukan merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. Sebab, pihak HTI berhak mengajukan gugatan keputusan pemerintah ke pengadilan untuk membuktikan bahwa tuduhan anti-Pancasila itu tidak benar.

(Baca: HTI Akan Gugat Pembubarannya ke PTUN)

Di sisi lain, lanjut Eva, keputusan pembubaran tidak meniadakan hak kebebasan berserikat terhadap anggota maupun pengurus HTI. Dengan catatan, organisasi tersebut harus menjadikan Pancasila sebagai landasan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan tidak mempunyai agenda di luar konsensus berbangsa serta bernegara.

"Kalau ingin melanjutkan silakan AD/ART diubah dengan memasukan Pancasila sebagai dasar dan tidak mempunyai agenda di luar konsensus berbangsa dan bernegara," kata Eva.

Sebelumnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dengan demikian, HTI resmi dibubarkan pemerintah.

(Baca: Wiranto: HTI Melawan Hukum Kalau Masih Beraktivitas)

Pencabutan dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Pemerintah menganggap ideologi ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Dalam AD/ART yang diajukan, HTI mencantumkan ideologi mereka adalah Pancasila.

"Walaupun dalam AD/ART mencantumkan Pancasila sebagai ideologi untuk Badan Hukum Perkumpulannya, namun dalam fakta di lapangan, kegiatan dan aktivitas HTI banyak yang bertentangan dengan Pancasila dan jiwa NKRI," ujar Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, Rabu (19/7/2017).

Kompas TV Lantas benarkah dirinya ikut terlibat dalam skandal proyek yang merugikan negara hingga 2,3 Triliun rupiah?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com