JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan presiden mengenai pendidikan karakter sudah mulai dibahas. Perpres ini untuk mengoreksi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017.
Pada Selasa (18/7/2017) pagi ini, Presiden Joko Widodo memanggil Mendikbud Muhadjir Effendy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Muhadjir enggan berkomentar soal pertemuan di dalam. Namun, Lukman mengakui bahwa pertemuan membahas perpres soal pendidikan karakter.
Menurut Lukman, waktu dan jam sekolah dalam perpres nantinya akan dibuat fleksibel.
"Kuncinya fleksibilitas dalam penguatan pendidikan karakter ini. Bagi yang dimungkinkan lima hari (sekolah), silakan lima hari. Tapi bagi yang enam hari juga, tentu karena pertimbangan situasi kondisi berbeda," kata Lukman.
Lukman mengatakan, Peraturan Mendikbud soal pendidikan karakter ditolak oleh Nahdlatul Ulama karena mengedepankan waktu sekolah lima hari dalam seminggu atau delapan jam per harinya.
Waktu sekolah tersebut dinilai mengganggu sekolah pesantren atau madrasah diniyah, yang mempunyai kegiatan keagamaan pada siang dan sore hari.
"Jadi sekarang poinnya bukan di lima hari atau enam hari dalam seminggu, tapi bagaimana penguatan karakter itu," kata dia.
(Baca berita sebelumnya: Istana: Program Sekolah 8 Jam Sehari Dikaji Ulang, Bukan Dibatalkan)
Menteri Lukman berharap, dengan perpres yang baru ini, tidak akan ada lagi penolakan oleh kalangan NU. Ia memastikan, pembuatan perpres ini akan mengundang seluruh pemangku kepentingan, termasuk para ulama dari NU.
"Sehingga pada akhirnya ketika perpres ini diterbitkan, semua kita sudah memiliki pemahaman yang sama," ucap politisi Partai Persatuan Pembangunan ini.