JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra menilai, penyederhanaan mekanisme pembubaran organisasi kemasyarakatan tanpa melalui pengadilan seperti diatur dalam Perppu Ormas, berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang pemerintah.
Menurut Yusril, pemerintah akan lebih mudah membubarkan ormas dengan menuduh ormas tersebut memiliki ideologi anti-Pancasila.
Selain itu, lanjut Yusril, perppu tersebut tidak mengatur secara jelas definisi ajaran atau paham anti-Pancasila.
"Kalau sekarang semua proses pengadilan dilewati atau ditiadakan, jadi pemerintah itu bisa sepihak menafsirkan Pancasila lantas menuduh ormas itu anti-Pancasila," ujar Yusril saat menggelar konferensi pers, di Kantor DPP Partai Bulan Bintang, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (17/7/2017).
Baca: "Perppu Terbit tetapi Tak Ada Ormas yang Dibubarkan, Unsur Kegentingannya di Mana?"
Yusril mengatakan, idealnya keputusan pembubaran sebuah ormas dilakukan melalui pengadilan.
Pemerintah juga tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan ormas tanpa adanya putusan dari pengadilan.
Dengan demikian, pengurus ormas berkesempatan untuk membela diri dan mengemukakan argumentasi hukumnya.
"Makanya kami mau melawan, mau menggugat uji materi ke MK supaya perppu ini, terutama yang terkait tuduhan anti-Pancasila itu dibatalkan oleh MK," kata Yusril.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) menyederhanakan proses penerapan sanksi administratif terhadap ormas yang melakukan pelanggaran.
Baca: Ini Langkah Pemerintah jika Pakai Pasal Penodaan Agama Perppu Ormas
Pasal 61 ayat (1) Perppu Ormas menyatakan bahwa sanksi administratif yang diberikan berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Artinya, peringatan tertulis tidak lagi diberikan secara bertahap.
Berdasarkan UU ormas sebelum penerbitan Perppu, pembubaran ormas berbadan hukum harus melalui beberapa tahapan, yaitu pemberian sanksi administratif.
Bentuk sanksi berupa tiga kali peringatan tertulis.