Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Radikalisme, Mensos Minta Uji Kompetensi Guru Diperketat

Kompas.com - 15/07/2017, 22:56 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menilai bahwa evaluasi atau uji kompetensi terhadap tenaga pengajar di sekolah maupun universitas harus diperketat.

Menurut Khofifah, gerakan anti-Pancasila dan radikalisme telah merebak di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Paham tersebut disebarkan antara lain oleh guru atau pengajar yang berafiliasi dan bersimpati terhadap organisasi yang berkeinginan mengganti Pancasila dengan ideologi transnasional seperti ideologi khilafah.

Lantaran yang disasar adalah pelajar dan remaja yang masih dalam tahap perkembangan, lanjut Khofifah, deteksi terhadap pengajar yang berpaham radikal perlu dilakukan sejak awal.

"Pergerakan mereka tidak statis. Penyebaran pengaruh juga dilakukan dengan serangkaian perekrutan anggota baru, pelatihan dan pendidikan kader yang dilakukan secara masif," ujar Khofifah melalui keterangan tertulis, Sabtu (15/7/2017).

Mengutip hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), lanjut Khofifah, benih radikalisme di kalangan remaja Indonesia dalam tahap mengkhawatirkan.

Sebanyak 6,12 persen responden menyatakan setuju bahwa pengeboman yang dilakukan Amrozi cs merupakan perintah agama.

Sementara 40,82 persen responden menjawab 'bersedia' dan 8,16 persen responden menjawab "sangat bersedia": melakukan penyerangan terhadap orang atau kelompok yang dianggap menghina Islam.

"Umumnya pelajar yang dimaksud siswa SMA dan mahasiwa atau di kalangan perguruan tinggi. Bahaya kalau ini terus dibiarkan," ucap Khofifah.

Sedangkan dalam survei SMRC yang lain menyebutkan ada 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam.

Adapun dalam survei Wahid Foundation, sebanyak 7,7 persen responden bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan dan sebanyak 0,4 persen justru pernah melakukan tindakan radikal.

"Angka yang disebutkan tersebut mungkin terbilang kecil. Namun demikian, tetap merupakan suatu ancaman, karena bukan tidak mungkin jumlahnya semakin besar dan mengganggu stabilitas keamanan dan politik bangsa," kata Khofifah.

(Baca juga: Tantangan Setelah 1998 adalah Melawan Ideologi Transnasional)

Selain karena pengaruh pengajar, kata Khofifah, radikalisme juga terjadi akibat derasnya arus informasi yang beredar di media sosial dan internet. Saat ini mayoritas orang mencari ilmu lewat gadget.

Alhasil, banyak yang menjadi sesat karena tidak mengetahui asal muasal dalil dan sumber informasi tersebut.

Oleh sebab itu, khofifah menegaskan bahwa perspektif kemaslahatan umum harus ditata kembali. Hal ini termasuk dalam hal berguru dan mencari ilmu.

"Sanadnya tidak jelas. Jadi kalau mau berguru atau mencari ilmu harus jelas siapa yang menjadi jujugan (rujukan) sehingga tidak salah ajar," tuturnya.

Kompas TV Mendadak Khilafah - Aiman (Bag 5)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com