JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian RI dinilai mendapatkan tugas yang berat setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat.
Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno menuturkan, hal itu dikarenakan potensi konflik di daerah akibat dampak aturan tersebut.
"Setelah terbitnya perppu ini ada pekerjaan berat bagi dunia saya di kepolisian," ujar Oegroseno dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).
Ia menambahkan, perppu tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal jika diterapkan di daerah-daerah yang tidak terkontrol, apalagi jika terkait isu yang sensitif. Jika tak waspada, konflik di daerah itu juga berpotensi menyebar ke seluruh Indonesia.
"Mudah-mudahan tidak terjadi lagi seperti di beberapa kasus, misalnya di (kasus) Ahmadiyah dan sebagainya," tutur Oegroseno.
Maka, kata dia, lebih baik jika masyarakat tetap waspada, apalagi jika menunjukkan dukungan terhadap perppu tersebut. Kepolisian memiliki pekerjaan yang besar terkait hal ini.
(Baca juga: Ada Perppu, Polri Merasa Lebih Mudah Tindak Anggota Ormas Bermasalah)
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 resmi diumumkan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto pada Rabu (12/7/2017) siang.
Perppu ini menghapus pasal yang menyebut bahwa pembubaran ormas harus melalui pengadilan. Pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri atau Menkumham.
Perppu ini dibuat setelah pemerintah sebelumnya mengumumkan upaya pembubaran terhadap Hizbut Tahrir Indonesia yang dianggap anti-Pancasila.
(Baca juga: Sanksi Pidana pada Perppu Ormas Dinilai Mengancam Kebebasan Berserikat)