JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Dalam Negeri mengakui, selama ini sulit membina organisasi masyarakat di Indonesia. Sebab, jumlahnya sangat banyak, yakni lebih dari 300.000 ormas.
"Dahulu dengan mudahnya ormas itu mencatatakan diri atau meminta izin, tahu-tahu sekarang jumlahnya sudah 300.000 lebih. Pembinaan yang dilakukan itu sangat berat," ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyamadji dalam acara diskusi di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).
Tidak hanya Kemendagri yang merasakan beratnya membina sebuah ormas, tetapi juga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan pemerintah daerah, baik provinsi, kota atau kabupaten.
Meski disadari sebuah ormas dianggap menyimpang, proses pemberian sanksi pun banyak memakan energi, baik dari segi waktu atau personel.
"Bagaimana tidak habis, Pemerintah ngurusi 300.000-an ormas? Apalagi kalau ada yang dibubarkan, prosesnya itu sedemikian panjang," ujar Dodi.
(Baca: Perppu Ormas dan Lika-liku Perppu di Indonesia)
Oleh sebab itu, Dodi menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat, sangat dibutuhkan.
"Penerapan sanksinya lebih praktis, baik yang terdaftar di Kemenkumham atau Kemendagri, termasuk di pemerintah provinsi. Pemberlakuannya lebih efektif dan efisien," ujar Dodi.
Diberitakan, pemerintah resmi mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.
Dengan Perppu tersebut, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri dapat lebih mudah membubarkan organisasi masyarakat yang dinilai melanggar aturan yang sudah ditentukan.