Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Ancam Gugat UU Pemilu jika Ada PT, Ini Kata Mendagri

Kompas.com - 10/07/2017, 12:02 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempersilakan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra jika nanti menggugat Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Yusril mengancam akan menggugat UU pemilu yang saat ini rancangannya masih dalam pembahasan di DPR, apabila ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold tidak dihapuskan.

"Silakan saja. Hak setiap warga negara menggugat apa pun khususnya keputusan UU," kata Tjahjo kepada Kompas.com, Senin (10/7/2017).

Saat ini, pembahasan RUU pemilu antara pemerintah dan DPR masih buntu. Salah satunya disebabkan karena perdebatan soal presidential threshold.

Pemerintah bersama PDI-P, Golkar dan Nasdem ingin menggunakan aturan lama, yaitu parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Parpol lain seperti Gerindra, PKS, PKB, PAN, PPP dan Hanura masih berupaya mencari jalan tengah dengan mengurangi presidential threshold di angka sekitar 10 persen. Sementara, Partai Demokrat ingin presidential threshold 0 Persen atau dihapuskan.

Tjahjo mengatakan, pemerintah mempunyai dasar argumentasi melalui penafsiran konstitusi kenapa tetap ngotot mempertahankan presidential threshold.

Dasar itu yakni pada Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.

"Lebih lanjut jika ditelusuri dalam risalah amandemen ketiga UUD 1945, tidak ditemukan dialektika pengamandemen konstitusi yang melarang penggunaan presidential threshold," ucap Tjahjo.

Dengan demikian, lanjut Tjahjo, dapat ditafsirkan dan disimpulkan bahwa penjabaran lebih lanjut ketentuan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 ke dalam UU merupakan open legal policy yang diberikan kewenangannya kepada pembentuk undang-undang.

Namun, meski sudah memiliki pegangan hukum, Tjahjo tidak menjamin UU Pemilu akan aman dari gugatan di MK. "Itu hak MK," ucap Tjahjo.

(Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Dorong "Presidential Threshold" 20-25 Persen)

Yusril sendiri menilai, presidential threshold memang sudah seharusnya dihapuskan karena Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilu legislatif dan pemilu presiden berjalan serentak.

Penggunaan hasil Pemilu Legislatif 2014 untuk Pemilu Presiden 2019 dinilai tidak relevan.

"Jika presidential threshold tetap ada, berapa pun angka persentasenya, maka aturan itu adalah inkonstitusional bertentangan dengan Pasal 22E UUD 45," ucap Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini.

(Baca: Yusril Ancam Gugat UU Pemilu jika "Presidential Threshold" Tak Dihapus)

Yusril pun mengingatkan bahwa dampaknya akan sangat fatal apabila MK membatalkan ketentuan presidential threshold dalam UU Pemilu.

Apalagi, jika putusan MK itu muncul setelah pilpres digelar. Pilpres 2019 akan dianggap inkonstitusional karena digelar berdasarkan UU Pemilu yang dibatalkan MK.

"Jika pilpres itu inkonstitusional, maka hancur leburlah negara ini sebab pemimpin negaranya tidak mempunyai legitimasi untuk menjalankan roda pemerintahan," ucap Yusril.

"Kalau Presidennya inkonstitusional, maka setiap orang berhak untuk membangkang kepada Pemerintah," kata dia.

Kompas TV Presiden Joko Widodo tetap pada sikapnya untuk ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com