JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tengah mempersiapkan strategi nasional antikorupsi. Program ini nantinya akan diatur dalam peraturan presiden (perpres) sebagai payung hukumnya.
"Kami sedang mempersiapkan stranas antikorupsi. Perpresnya saya kira sebentar lagi akan ditandatangani oleh Presiden," kata Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Hal ini disampaikan Teten menanggapi permintaan para guru besar agar Presiden Joko Widodo bersikap soal hak angket KPK yang tengah bergulir di DPR. Teten menerima para guru besar itu di kantornya, Kamis siang tadi.
Teten mengatakan, hak angket itu merupakan wilayah DPR sehingga pemerintah tidak dapat melakukan intervensi.
Namun, ia memastikan Presiden Jokowi terus mendukung upaya penguatan KPK dalam memberantas korupsi. Salah satunya dengan Perpres Strategi Nasional Antikorupsi ini.
Program pencegahan menjadi strategi utama dalam perpres ini, dengan berbagai fokus kegiatan yang mendorong keterbukaan informasi termasuk dalam hal pengelolaan keuangan negara atau daerah.
"Di situ jelas pesannya bahwa pemerintah ingin selain mensinergikan pemberantasan korupsi, agenda pemberantasan korupsi antara pemerintah dengan KPK, tapi juga ingin memberikan penguatan terhadap KPK," ucap Teten.
"Jangan khawatir, selama ini saya kira komitmen Presiden sudah jelas terus memperkuat KPK dan tetap menjaga KPK menjadi lembaga yang independen," kata dia.
(Baca juga: Para Guru Besar Minta Jokowi Bersikap Keras soal Pansus Angket KPK)
Presiden Jokowi sebelumnya meminta jangan sampai ada pikiran untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini disampaikan Jokowi saat dimintai tanggapannya terkait hak angket KPK.
Namun, di sisi lain Jokowi juga menegaskan bahwa hak angket adalah wilayah DPR. Pansus Angket KPK tetap berjalan meski dikritik berbagai pihak.
(Baca: Istana Tolak Intervensi Hak Angket KPK)
Pansus ini muncul pascapenyidikan kasus korupsi e-KTP oleh KPK yang menyeret sejumlah anggota DPR.
Para pakar yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menilai, pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.
APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket. Kajian yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara seluruh Indonesia tersebut diserahkan ke KPK.