Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Calon Komisioner Komnas HAM Terindikasi Berafiliasi dengan Ormas Radikal

Kompas.com - 03/07/2017, 07:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan hasil penelusuran rekam jejak oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Komnas HAM, ditemukan fakta bahwa sembilan orang dari 60 calon komisioner Komnas HAM memiliki kaitan dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) radikal.

Selain itu, dari aspek independensi, diketahui 13 orang berafiliasi dengan partai politik dan 13 orang berafiliasi dengan korporasi.

Sementara dari segi integritas, lima orang diduga terkait masalah korupsi dan gratifikasi, sebelas orang bermasalah dalam hak kejujuran, delapan orang terkait kekerasan seksual dan 14 orang bermasalah dalam isu keberagaman.

"Dari hasil penelusuran rekam jejak diketahui sembilan orang dari 60 calon komisioner Komnas HAM memiliki kaitan dengan organisasi atau kelompok radikal," ujar Direktur Pusat Bantuan Hukum Indonesia Totok Yulianto, salah satu anggota koalisi, saat memberikan keterangan pers, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (2/7/2017).

(Baca: 5 Calon Komisiner Komnas HAM Diindikasi Terlibat Korupsi dan Gratifikasi)

Totok mengatakan, penelusuran rekam jejak dilakukan oleh anggota koalisi dengan menghimpun data sekunder dari media massa, media sosial pernyataan calon saat dialog publik. Setelah itu koalisi Juga mewawancarai para calon komisioner.

Dari 60 calon komisioner, lima calon menolak memberikan informasi dan tujuh calon tidak memberikan informasi secara keseluruhan. Bahkan dari hasil penelusuran koalisi, lanjut Totok, ada calon komisioner yang menjadi simpatisan dan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

HTI merupakan ormas yang dilarang oleh pemerintah karena berideologi anti-Pancasila.

"Kami melihat secara langsung dan tidak langsung apakah pernyataan dia pernah mendukung kegiatan dari ormas tersebut atau secara terang dia mengaku sebagai pengurus atau anggota dari ormas tersebut," kata Totok.

"Memang ada yang menjadi anggota ataupun simpatisan. Salah satunya, HTI. Itu ada yang menjadi simpatisan dan juga anggota. Kami mendapat informasinya tidak selalu dari lembaganya, kami juga mendapat informasi dari rekan sosial atau rekan kerjanya. Dia adalah simpatisan atau anggota dari ormas radikal," tambahnya.

(Baca: Saat Komisioner Komnas HAM Jadikan Google sebagai Rujukan...)

Menurut Totok, hasil penelusuran rekam jejak tersebut rencananya akan diserahkan ke Panitia Seleksi Komnas HAM pada Senin (3/7/2017). Dia berharap hasil temuan koalisi bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh anggota pansel dalam menyeleksi calon komisioner Komnas HAM.

"Informasi seperti itu menurut kami juga memang harus diperdalam oleh anggota Pansel," ujar Totok.

Saat ini proses seleksi calon Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 memasuki tahap memilih 28 calon terbaik. Sebelumnya 60 calon telah mengikuti uji publik pada 17-18 Mei 2017 lalu.

Kompas TV Komnas HAM ke Kemenko Polhukam Soal Kriminalisasi Ulama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com