JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur nonaktif Bengkulu Ridwan Mukti terlihat berbeda dibanding pejabat lain saat baru ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelum ditahan, Ridwan tidak mengeluarkan kata-kata yang menyerang balik KPK. Politisi Partai Golkar tersebut justru mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Sikap Ridwan tersebut mendapat pujian dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mohammad Mahfud MD.
"Ridwan Mukti langsung menyatakan bertanggung jawab dan tidak bilang dizalimi oleh KPK. Pejabat yang lain biasanya selalu bilang 'saya dijebak', 'saya dizalimi', 'saya menjadi korban politik', dan sebagainya," ujar Mahfud kepada Kompas.com, Jumat (23/6/2017).
Ridwan Mukti meminta maaf kepada rakyat Bengkulu atas operasi tangkap tangan yang terjadi terhadapnya dan sang istri.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ridwan pun langsung mengajukan pengunduran diri sebagai Gubernur Bengkulu. Dia juga mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPD Partai Golkar Bengkulu.
"Dengan kesempatan ini saya mengundurkan diri dari Ketua DPD Partai Golkar dan sekaligus juga mengundurkan diri juga dari Gubernur," ujar Ridwan usai diperiksa di gedung KPK, Rabu (21/6/2017).
(Baca: Ditahan KPK, Ridwan Mukti Mengundurkan Diri sebagai Gubernur Bengkulu)
Menurut Mahfud, seringkali saat ditangkap KPK, seorang pejabat memaki-maki KPK sambil bersumpah bahwa dirinya dizalimi. Namun, setelah ditunjukkan sadapan telepon, pertemuan-pertemuan, dan tawar-menawar uang, para pejabat tersebut biasanya tak bisa berkutik.
"Sebagai salah seorang teman baik Ridwan, saya bangga dengan sikapnya," kata Mahfud.
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti menjadi tersangka kasus suap dua proyek pembangunan jalan di Provinsi Bengkulu.
Selain Ridwan, istrinya Lily Martiani Maddari, Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) Jhoni Wijaya, dan pengusaha bernama Rico Dian Sari juga menjadi tersangka kasus suap tersebut.
(Baca juga: Kronologi Suap terhadap Gubernur Bengkulu )