JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyarankan agar pansus tetap berjalan, sesuai rencana pembentukannya. Hal ini disampaikan Yusril di sela acara buka puasa bersama DPP Partai Bulan Bintang (PBB) yang dilaksanakan di Hotel Grand Sahid, Sudirman, Jakarta, Rabu (21/6/2017).
"Kalau saya pikir, pansus jalan terus saja," kata Yusril.
Ketika dimintai tanggapan terkait rencana DPR memboikot pembahasan anggaran KPK dan Polri, Yusril menilai, pernyataan itu belum menjadi sikap yang pasti dari DPR. Menurut Yusril, nantinya dalam pembahasan anggaran juga melibatkan pemerintah.
"Masih ngomong-ngomong saja itu," kata Ketua Umum PBB tersebut.
"Masih belum jelas persoalannya, karena mekanismenya seperti apa kan belum tahu," lanjut dia.
(Baca: Misbakhun Tak Masalah Ada Kegaduhan jika Anggaran Polri-KPK Ditahan)
Usulan pembekuan anggaran kepolisian sebelumnya dilontarkan anggota Pansus dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun. Selain kepolisian, Ia juga ingin penahanan anggaran terhadap KPK.
Usul penahanan anggaran terhadap kepolisian merupakan reaksi dari pernyataan sikap Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menolak membantu DPR untuk membawa paksa Miryam ke pansus angket.
Menurut Misbakhun, aturan mengenai pemanggilan paksa telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Namun menurut Tito, hukum acara dalam undang-undang itu tidak jelas.
(Baca: Misbakhun Usul DPR Tahan Anggaran Polri-KPK, Pelayanan Publik Terancam)
Tito mengatakan, upaya menghadirkan paksa seseorang sama saja dengan perintah membawa atau penangkapan.
"Penangkapan dan penahanan dilakukan secara pro justicia untuk peradilan. Sehingga di sini terjadi kerancuan hukum," kata Tito di gedung KPK, Jakarta, Senin (19/6/2017).
Maka dari itu, kata Tito, jika ada permintaan dari DPR untuk hadirkan paksa seseorang, kemungkinan besar Polri tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Sebab, ada hambatan hukum, yakni hukum acara tidak jelas.