JAKARTA, KOMPAS - Komisioner Ombudsman RI, Ninik Rahayu, mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang belum tahu kalau pelanggaran maladministrasi yang dilakukan oleh suatu lembaga pelayanan publik bisa dilaporkan.
Pada kasus penangan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), misalnya.
Ninik mengatakan, ada banyak laporan dari masyarakat ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau melapor ke unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kantor polisi namun laporannya itu tidak ditindaklajuti atau dalam prosesnya terjadi pelanggaran maladministrasi lainnya.
"Korban KDRT yang mengalami hambatan di lembaga-lembaga penanganan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, mereka (masyarakat) belum aware kalau (maladministrasi) itu bisa dilaporkan ke Ombudsman," kata Ninik di Ombudsman RI, Jakarta Senin (19/6/2017).
Ninik mengatakan, cabang kantor Ombudsman saat ini hanya berada pada tingkat provinsi, belum pada tingkat kabupaten/kota atau kelurahan.
(Baca: Tak hanya Korban KDRT, Pelecehan Seksual Juga Bisa Divisum Gratis)
Oleh karena itu, lanjut Ninik, pihaknya sedang membangun mekanisme partisipasi atau jaringan masyarakat sipil agar menjadi kepanjangan tangan dari Ombudsman.
Adapun pihak-pihak yang bekerja sama dan membantu Ombudsman yakni di antaranya para pelajar, mahasiswa, komunitas agama, komunitas perguruan tinggi.
"Karena pemerintah punya keterbatasan, sehinga partisipasi masyarakat jadi ujung tombak, setidaknya di tingkat kabupaten dahulu. Jadi, kami berharap partisipasi masyarakat, sahabat Ombudsman itu eksis di tingkat kabupaten/kota," kata Ninik.
Dengan bantuan jaringan masyarakat itu, diharapkan pemahaman seluruh masyarakat akan tergugah dan tahu jika ada maladministrasi yang dilakukan oleh lembaga publik bisa dilaporkan ke Ombudsman.
Ia menambahkan, sejak 2016 hingga saat ini ada sekitar 14 laporan terkait maladministrasi dalam penanganan kasus KDRT. Pada tahun sebelumnya, ada sekitar 10 kasus yang dilaporkan.