JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Arie Sudjito, menilai bahwa salah satu kekuatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah dukungan publik.
Gerakan sosial dinilai mampu melindungi KPK dari upaya pelemahan.
"KPK harus ditopang gerakan sosial. Kalau tidak dipilari social movement, selamanya KPK akan menghadapi goncangan," ujar Sudjito dalam diskusi publik di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (18/6/2017).
(baca: Survei SMRC: 65 Persen Publik Tolak DPR Gunakan Hak Angket untuk KPK)
Menurut Arie, saat ini korupsi di Indonesia baru dipandang sebagai pelanggaran hukum biasa.
Padahal, menurut Arie, korupsi di Indonesia adalah ancaman dalam berdemokrasi dan berkebangsaan.
"Karena pemberantasan korupsi adalah bagian demokrasi, maka masyarakat bisa jadi bagian yang memperkuat KPK," kata Arie.
(baca: 132 Pakar Hukum Tata Negara Nilai Cacat Pembentukan Pansus Angket KPK)
Dalam beberapa waktu terakhir, aktivis antikorupsi, seniman hingga budayawan menggelar aksi untuk menyatakan diri menolak hak angket yang digulirkan DPR terhadap KPK.
Kelompok masyarakat sipil menilai pengguliran hak angket oleh DPR adalah bentuk peralwanan untuk melemahkan KPK.
Penggunaan hak angket dianggap terkait kasus korupsi e-KTP yang tengah ditangani KPK. Banyak anggota DPR yang disebut menerima aliran dana proyek tersebut.