JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menegaskan, opsi presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional merupakan "harga mati" bagi Golkar.
Ia membantah Golkar bergeser ke angka 10-15 persen untuk presidential threshold.
"Iya, presidential threshold (20 persen kursi atau 25 persen suara sah) harga mati bagi Partai Golkar," ujar Idrus, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Sikap Golkar ini, kata Idrus, karena penataan regulasi pemilu harus mengarah pada penguatan sistem presidensial.
Idrus menilai, besaran presidential threshold 20 persen atau 25 persen berfungsi untuk memberi dukungan kepada presiden terpilih dalam menjalankan pemerintahan.
Dengan presidential threshold sebesar 20 hingga 25 persen, presiden terpilih akan memiliki dukungan parlemen yang kuat.
Baca: Demokrat Minta Jokowi Kumpulkan Ketum Parpol Bahas "Presidential Threshold"
Ia mengungkapkan, usulan presidential threshold sebesar 10-15 persen muncul dari Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang untuk menengahi partai yang menginginkan dihapusnya presidential threshold.
Menurut Idrus, usulan itu muncul saat beberapa partai menengah menggelar pertemuan di kediaman Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
"Tapi setelah kami komunikasi dengan pertimbangan penguatan sistem presidensial ya Pak OSO (Oesman Sapta Odang) sangat memahami semua. Jadi tidak ada (perubahan sikap)," papar Idrus.
Sebelumnya, Fraksi Demokrat bersikukuh agar presidential threshold dihapuskan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.
Mereka menganggap keberadaan presidential threshold pada pemilu serentak inkonstitusional.
Isu presidential threshold menjadi isu yang paling alot dalam pembahasan RUU Pemilu.