JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusional (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, mengatakan Mahkamah Agung (MA) bisa melakukan pembelaan atas kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Wakil Ketua MA Suwardi.
Pada Sabtu (27/5/2017) lalu, Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas MA Witanto mengatakan, Komisi Yudisial (KY) tidak punya alasan untuk memeriksa Wakil Ketua MA.
Alasannya, MA menilai, tidak ada pelanggaran dalam proses pemanduan sumpah pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"MA boleh saja membela rekan sejawatnya. Tetapi konstitusi kan menjelaskan (pemeriksaan) itu kewenangan KY. Sekarang bukan soal ada lembaga yang mempertahankan teman-temannya. Ini soal KY menjalankan kewenangannya," kata Feri ditemui seusai mengisi sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2017).
Baca: Mahkamah Agung: KY Tak Punya Alasan Periksa Wakil Ketua MA Suwardi
Feri mengatakan, apakah hasil pemeriksaan akan dieksekusi oleh hakim MA atau tidak, menjadi persoalan lain.
Ia berpendapat, KY tetap bisa memutuskan kasus dugaan pelanggaran kode etik itu secara in-absentia.
"Maksudnya, boleh diputuskan tanpa kehadiran (terlapor). Artinya, pihak terlapor tidak menggunakan haknya untuk membela diri. Jadi kalau (pemeriksaan) itu dilakukan KY, menurut saya, KY sedang memperkuat diri sendiri, marwah lembaganya dan memperbaiki marwah MA," ujar Feri.
Pada April lalu, Wakil Ketua MA Suwardi dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) ke KY atas dugaan pelanggaran kode etik karena memandu pelantikan Pimpinan DPD RI periode 2017-2019.
Ketua PBHI Totok Yulianto menilai, KY adalah lembaga yang tepat untuk melakukan kritik dan evaluasi terhadap MA.
Dukungan terhadap KY juga muncul dari Aliansi Advokat Muda Indonesia (AAMI) untuk mengusut kasus tersebut.