JAKARTA, KOMPAS.com - Dari penangkapan lima tersangka sindikat pengedar 25 kilogram sabu pada 14 Mei 2017 lalu di Medan, Sumatera Utara terungkap fakta bahwa otak kelompok leluasa menjalankan bisnisnya dari dalam penjara.
Dari keterangan tiga orang kurir yang ditangkap petugas, diketahui bahwa Tugiman alias Toge, salah satu narapidana kasus narkotika di lapas Tanjung Gusta menjadi pengendali dari bisnis transnasional tersebut.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Arman Depari menjelaskan, saat berada di dalam lapas Toge leluasa menggunakan ponsel untuk berkomunikasi dengan anggota jaringannya.
(Baca: Dalam 5 Bulan, Polres Jakbar Ungkap 447 Kasus Narkoba)
Selain itu dia juga memanfaatkan teman satu sel-nya, Thomson Hutabarat untuk berkomunikasi.
"Untuk berkomunikasi dengan jaringannya Toge menggunakan ponsel. Selain itu dia juga memanfaatkan teman satu selnya," ujar Arman saat memberikan keterangan di kantor pusat BNN, Cawang, Jakarta Timur, Senin (22/5/2017).
Terkati hal tersebut, lanjut Arman, BNN telah meminta pihak Dirjen Lapas Kementerian Hukum dan HAM untuk memperketat pengunaan ponsel di dalam lapas.
"Kami sudah meminta agar Kemenkumham memperketat penggunaan ponsel di dalam lapas," kata Arman.
Pada kesempatan yang sama Kepala BNN Budi Waseso menuturkan, Toge merupakan narapidana yang mendapat vonis hukuman mati untuk kasus narkotika.
Sebelumnya beberapa kali Toge ditangkap atas kasus kepemilikan narkotika. Pada 2005, Toge pernah ditangkap atas kepemilikan 6 gram sabu.
Tahun 2007, dia ditangkap karena memiliki tujuh butir pil ekstasi. Kemudian tahun 2010 Toge kembali ditangkap atas kasus ekstasi sebanyak dua ribu butir.
Pada 1 April 2016, Toge berurusan dengan BNN karena terlibat dalam kasus 21 kilogram sabu, 44 ribu pil ekstasi dan 53 ribu butir pil Erimin.
(Baca: BNN Ungkap Penyelundupan 25 Kg Sabu yang Dikendalikan dari Lapas)
Terakhir pada 14 Mei 2017 lalu, Toge diamankan karena terlibat peredaran 25 Kg sabu yang dikirim dari Malaysia kemudian akan didistribusikan ke aceh dan Medan.
Atas perbuatannya itu mendapat vonis hukuman mati dan mendekam di lapas Tanjung Gusta, Medan.
"Ternyata dia tidak jera. Selama di dalam lapas dia leluasa mengendalikan sindikat jaringan narkotika," ujar Budi.