Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APINDO: Larangan Menikah dengan Teman Satu Kantor Bukan Perkara HAM

Kompas.com - 17/05/2017, 19:49 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengatakan, adanya Pasal 153 (1) poin f dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar larangan menikah dengan rekan satu kantor, memiliki pertimbangan yang jelas.

"Menurut saya itu aturannya bener banget," kata Hariyadi dihubungi Kompas.com, Rabu (17/5/2017).

"Sekarang bayangin, suami-istri kerja di bank. Apa mereka enggak main? Itu (larangan) bukan masalah hak asasi. Tapi, ini masalah menghindari risiko," ujarnya lagi.

Apabila ada hubungan perkawinan, maka dikhawatirkan akan terjadi konflik kepentingan dalam bekerja. Maka, pasal tersebut ada untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (good governance).

"Ini masalah governance. Bukan masalah hak asasi," ucap Hariyadi.

(Baca: Tolak Larangan Menikahi Teman Sekantor, 8 Pegawai Gugat Aturan ke MK)

Larangan dalam UU Ketenagakerjaan ini juga dimaksudkan untuk menghindari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, Hariyadi berpendapat seharusnya Pasal 153 (1) poin f ini tetap dipertahankan.

"Harus dipertahankan. Karena kalau enggak, kacau dong. Orang bisa main lho. Hubungan famili saja mereka bisa kong-kali-kong kok," katanya.

Sebelumnya, Jhoni Boetja bersama tujuh orang lainnya, mengajukan uji materi ke MK.

Mereka mempermasalahkan ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang mengatur hak pengusaha untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) atas pekerja dalam satu perusahaan yang memiliki ikatan perkawinan setelah perjanjian kerja disepakati oleh kedua belah pihak.

(Baca: "Banyak Pekerja Sekantor yang Mau Menikah, tetapi Menunggu Putusan MK" )

Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan melanggar hak konstitusionalnya.

Adapun ketentuan tersebut berisi tentang pelarangan pemutusan hubungan kerja bagi pekerja yang memiliki ikatan perkawinan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja.

Para pemohon menilai aturan itu berpotensi menghilangkan pekerjaannya akibat perkawinan sesama pegawai.

Menurut para pemohon, hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkawinan dan UU Hak Asasi Manusia.

Kompas TV 49 pasangan mengikuti nikah massal di Poso, Sulawesi Tengah. Seluruh pasangan adalah suami istri yang sudah menikah, tetapi belum tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. 49 pasangan yang menikah massal, terdiri dari pasangan berusia 37-57 tahun. Diiringi anak-anak mereka, semua pasangan mengikuti nikah massal setelah diberi tuntunan nikah oleh bupati Poso, Darmin Sigilipu. Nikah massal digelar di Desa Barati, Pamona Tenggara. Seluruh pasangan pengantin mengenakan busana tradisional khas suku masing-masing, mulai dari Suku Bali, Suku Pamona Poso, dan Suku Tator. Seusai menikah, seluruh pasangan mendapatkan akta nikah secara gratis, tanda pernikahan sudah tercatat secara sah oleh negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
3 Cara Isi Saldo JakCard

3 Cara Isi Saldo JakCard

Nasional
Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Nasional
Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan 'Amici Curiae', Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan "Amici Curiae", Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Nasional
MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

Nasional
Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Nasional
Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Nasional
KPK Cegah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor ke Luar Negeri

KPK Cegah Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor ke Luar Negeri

Nasional
KPK Perpanjang Masa Penahanan Dua Eks Anak Buah Gus Muhdlor

KPK Perpanjang Masa Penahanan Dua Eks Anak Buah Gus Muhdlor

Nasional
Gelar Peninjauan di Pelabuhan Panjang dan Bakauheni, Jasa Raharja Pastikan Kelancaran Arus Balik di Wilayah Lampung

Gelar Peninjauan di Pelabuhan Panjang dan Bakauheni, Jasa Raharja Pastikan Kelancaran Arus Balik di Wilayah Lampung

Nasional
Urgensi Politik Gagasan pada Pilkada 2024

Urgensi Politik Gagasan pada Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com