JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani, Aga Khan, menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa menggunakan kasus keterangan palsu pada persidangan korupsi dan pencucian uang yang menjerat Akil Mochtar, untuk menerapkan Pasal 22 Undang-Undang Tipikor terhadap Miryam.
KPK menyatakan bisa menerapkan Pasal 22 UU Tipikor terhadap Miryam dengan merujuk salah satunya kasus Muhtar Ependy, yang divonis karena menyampaikan keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi Akil Mochtar.
Menurut Aga, ada perbedaan antara kasus Muhtar Ependy dengan Miryam.
Muhtar ditetapkan bersalah setelah perkara intinya diputus.
Sementara, pada kasus Miryam, lanjut Aga, persidangan e-KTP masih berlangsung.
"Kalau Muhtar Ependy, Akil Mochtar dulu vonis, baru dia jadi tersangka. Kalau ini (Miryam), (persidangan) e-KTP nya masih aktif," kata Aga, seusai persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (16/5/2017).
Aga bingung saat KPK memakai contoh kasus tersebut.
(Baca: KPK Merasa Berwenang Selidiki Keterangan Palsu Miryam)
Dalam eksepsi hari ini, KPK memang merujuk empat kasus terkait penerapan Pasal 22 UU Tipikor, termasuk kasus Muhtar Ependy.
Menurut Aga, semua kasus yang dirujuk KPK dalam penerapan Pasal 22 UU Tipikor pada sidang eksepsi hari ini perkaranya sudah putus.
"Oh iya, itu semua sudah putus. Jadi Pasal 22 (UU Tipikor) itu baru kali ini kerangka hukumnya dia (KPK) buat kayak begini," ujar Aga.
Aga menilai, KPK menjadikan Miryam tersangka merupakan bentuk tekanan terhadap kliennya.
"Kalau ini belum putus kok dinaikkan, berarti sama saja menekan klien kami. KPK menekan klien kami start dari pulang sidang," ujar Aga.
Soal video rekaman pemeriksaan Miryam yang jadi bukti KPK tidak menekan Miryam, Aga meragukan video tersebut merupakan rekaman utuh.
Ia mengatakan, Miryam ditekan melalui bau durian saat pemeriksaan di KPK. Hal ini pula yang disampaikan Miryam saat bersaksi di persidangan.