JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan mantan anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan, pemindahan ini merupakan eksekusi dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memvonis Andi sembilan tahun penjara.
"Sudah lakukan eksekusi terhadap Andi Taufan Tiro yang sudah divonis pengadilan selama sembilan tahun. Kita bawa ke Sukamiskin untuk kita eksekusi lebih lanjut," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/5/2017).
(Baca: Hakim Cabut Hak Politik Andi Taufan Tiro)
Andi sebelumnya terbukti menerima suap program aspirasi anggota Komisi V DPR untuk proyek di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Ia divonis sembilan tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Andi juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, Andi dituntut 13 tahun penjara.
Menurut hakim, Andi terbukti menerima suap sebesar Rp 7,4 miliar. Suap tersebut terkait program aspirasi anggota Komisi V DPR untuk proyek di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Menurut hakim, uang Rp 7,4 miliar tersebut diberikan agar Andi menyalurkan program aspirasinya dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Andi terbukti menerima suap secara bertahap dari dua pengusaha di Maluku dan Maluku Utara.
(Baca: Mantan Anggota Komis V DPR Andi Taufan Tiro Divonis 9 Tahun Penjara)
Pertama, Andi menerima Rp 3,9 miliar dan 257.661 dollar Singapura, atau Rp 2,5 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Kemudian, Andi menerima 101.807 dollar Singapura, atau senilai Rp 1 miliar dari Direktur Utama PT Martha Teknik Tunggal, Hengky Poliesar.
Uang tersebut diduga diberikan untuk mengarahkan agar Abdul Khoir dan Hengky menjadi pelaksana proyek tersebut.
Menurut hakim, Andi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.