Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti ICW Sebut Sistem Terbuka Terbatas Menambah Persoalan Pemilu

Kompas.com - 12/05/2017, 22:13 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem pemilu terbuka terbatas dinilai menyalahi nilai demokrasi dan kesetaraan. Bahkan, sistem itu rawan akan politik uang.

Hal itu dikatakan, Peneliti Divisi Korupsi Politik, Indonesian Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina di Jakarta, Jumat (12/5/2017).

"Apakah titik ini (sistem terbuka terbatas) menjawab masalah? Saya kira tidak menjawab, malah menambah," ujar Almas.

Almas pun menyebut, sistem itu berpotensi menimbulkan politik transaksional di internal partai politik untuk memperebutkan nomor urut caleg.

(Baca: Sistem Pemilu Terbuka Terbatas Dinilai Tak Demokratis)

"Selain karena persaingan nomor urut, sistem tersebut akan menimbulkan persaingan antara caleg dan partai dalam memperoleh suara," kata dia.

Sistem terbuka terbatas pun kata dia, tetap akan menuntut para caleg mengeluarkan dana besar untuk kampanye.

Bahkan, dari hasil riset yang dilakukan lembaganya, sejumlah caleg tetap menghadirkan saksi selain yang disediakan parpol untuk mengawasi TPS.

"Saksi personal itu dihadirkan karena sang caleg merasa khawatir suaranya dicuri oleh rekan sesama parpol di dapil," kata dia.

Sedangkan, dalam konteks kampanye, parpol sangat menguntungkan caleg dengan nomor urut kecil.

"Ini membuat kampanye tidak fair. Ini yang perlu diwaspadai," ujar Almas.

"Itu membahayakan persepsi antar anggota DPR terpilih ke depan dalam bekerja. Mereka dikhawatirkan akan terbelah karena latar belakang keterpilihannya," tambah dia. 

Almas mengatakan, cara paling tepat untuk memperbaiki kondisi penyelenggaraan pemilu ke depan adalah dengan memperkuat pengawasan pelaksanaan pemilu dan parpol.

Termasuk, meningkatkan pendidikan kader, serta memperbaiki metode pendanaaan kampanye.

(Baca: Sistem Pemilu Terbuka Terbatas Dinilai Bertolak Belakang dengan Reformasi)

"Ini yang harusnya jadi substansi dalam pembahasan RUU. Bukan gonta-ganti sistem, tapi sistem yang ditawarkan tidak jauh lebih baik," tegas Almas.

Diketahui, dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu, isu sistem pemilu menjadi salah satu isu krusial yang belum dapat diselesaikan.

Sampai saat ini, ada tiga opsi sistem pemilul yang tengah dibahas untuk disepakati: sistem proporsional terbuka, sistem proporsional tertutup, dan sistem proporsional terbuka terbatas.

Kompas TV Lukman menargetkan RUU penyelenggaraan pemilu disahkan pada 18 Mei 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com