Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Pemilu Terbuka Terbatas Dinilai Tak Demokratis

Kompas.com - 12/05/2017, 21:19 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem Pemilu terbuka terbatas yang diusulkan pemerintah dalam RUU Pemilu, dinilai tidak demokratis. Sistem tersebut justru berpotensi merusak pakem pemilu yang sudah ada.

“Sistem (terbuka terbatas) tidak demokratis, harus ditolak. Sistem itu juga membingungkan dan merusak sistem yang ada,” ujar mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Jumat (12/5/2017).

Hadar mengatakan, seharusnya sistem proporsional terbuka berdasarkan caleg dengan suara terbanyak yang ditawarkan kepada pemilih.

(Baca: Alasan Pemerintah Usulkan Sistem Pemilu Terbuka Terbatas dalam RUU)

Bukan malah sistem proporsional tertutup. Sistem ini menyerahkan sepenuhnya kepada parpol untuk menentukan caleg yang lolos ke parlemen. 

"Ini kan sistem terbuka terbatas akibat dari pembahasan RUU yang tertutup. Publik kan sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memberi masukan RUU tersebut," kata dia.

"Kedaulatan yang berdaulat itu rakyat, tapi rakyat malah tidak tahu apa yang dibahas,” ujarnya.

Hadar pun mengungkapkan, lahirnya sistem terbuka terbatas merupakan hasil ketidakpahaman anggota DPR dan pemerintah soal sistem pemilu yang benar.

"Kedua pihak tersebut seolah tidak sadar bahwa membuat posisi caleg dengan partai menjadi terbelah," kata Hadar.

Tak berbeda, Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisya Agustyati menyebut, sistem proporsional terbuka terbatas merugikan caleg dengan nomor urut besar.

Alasannya, sistem tersebut ia nilai tak akan bisa mengakomodasi caleg dengan nomor urut besar.

(Baca: Sistem Pemilu Terbuka Terbatas Dinilai Bertolak Belakang dengan Reformasi)

Meski jumlah perolehan suara lebih besar dari caleg nomor urut kecil. Hal itu lantaran, kalah dari perolehan suara, dari suara parpol.

 

“Ini ada sesuatu yang tidak setara. Ini berpotensi dibawa ke MK kembali. Karena pemilih yang sudah punya kesempatan memilih calegnya sendiri dan banyak, tapi suaranya tidak diterjemahkan menjadi siapa calon terpilihnya,” ujar dia.

Diketahui, isu sistem pemilu menjadi salah satu isu krusial yang belum dapat diselesaika dalam pembahasan RUU Pemilu di DPR.

Ada tiga opsi sistem pemilu yang tengah dibahas untuk disepakati, yakni sistem proporsional terbuka, sistem proporsional tertutup, dan sistem proporsional terbuka terbatas.

Kompas TV Lukman menargetkan RUU penyelenggaraan pemilu disahkan pada 18 Mei 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com