Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinilai Jadi Alat Kriminalisasi, Pasal Penodaan Agama Diminta Dihapus

Kompas.com - 10/05/2017, 09:37 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, vonis dua tahun penjara dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan bukti bahwa pasal penodaan agama digunakan sebagai alat untuk mengkriminalisasi kelompok minoritas.

"Pasal 156a KUHP (pasal penodaan agama) selama ini terbukti menjadi alasan pembenaran negara dan pihak mayoritas yang intoleran untuk mengkriminalisasi kelompok minoritas atau individu berbeda keyakinan," ujar Alghiffari dalam keterangan tertulis, Rabu (10/5/2017).

"Hal ini sama sebagaimana juga yang menimpa Lia Eden (sekte kerajaan Tuhan), Ahmad Musadeq (pendiri Gafatar), Yusman Roy (shalat multibahasa), Mangapin Sibuea (pimpinan sekte kiamat) dan lain-lain," kata dia.

Oleh sebab itu, Alghiffari mendesak pemerintah dan DPR RI untuk meninjau ulang perumusan delik penodaan agama melalui revisi UU KUHP yang saat ini sedang berlangsung.

"Hapuskan pasal antidemokrasi tersebut demi menghormati prinsip demokrasi dan tegaknya hak asasi manusia serta kepastian hukum di Indonesia," ujar dia.

(Baca juga: Pasal Penodaan Agama pada KUHP Tak Masuk Daftar Revisi)

Berkaca vonis kepada Ahok, hakim dinilai tidak menerapkan Pasal 156a KUHP sebagai delik materiil. Uraian mens rea atau niat untuk melakukan sebuah tindak pidana terlalu mengada-ada dan tidak bisa dibuktikan selama jalannya persidangan.

Ditambah lagi, hakim juga membebankan unsur mencederai umat Islam kepada Ahok seorang diri, bukan pelapor yang dalam konteks sosial dinilai Alghiffari sebagai kelompok intoleran.

"Majelis hakim tidak melihat unsur mencederai umat Islam, menimbulkan kegaduhan serta memecah kerukunan di masyarakat justru disebarkan oleh kelompok intoleran yang melaporkan Basuki dan mendorongnya masuk ke meja hijau," ujar Alghiffari.

"Dengan kata lain, majelis hakim membebankan segala bentuk kegaduhan dan gerakan massa yang menimbulkan keresahan di publik itu kepada Basuki seorang diri dan hakim menghukumnya atas hal itu," lanjut dia.

Alghiffari yakin bahwa putusan majelis hakim kepada Basuki akan memicu kelompok intoleran untuk semakin giat menggunakan pasal penodaan agama yang antidemokrasi di kemudian hari.

Majelis hakim sebelumnya menilai Ahok terbukti menodai agama dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara. Majelis hakim juga memerintahkan agar Ahok ditahan.

"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama, menjatuhkan putusan pada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun. Memerintahkan agar terdakwa ditahan," kata Dwiarso, salah satu hakim.

(Baca: Hakim Nilai Ahok Sengaja Menodai Agama)

Pihak Basuki langsung mendaftarkan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pihak Basuki juga memohon penangguhan penahanan.

Kompas TV Alasan Kemanan, Ahok Dipindahkan ke Mako Brimob Kelapa Dua
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com