Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebinekaan yang Terjagal

Kompas.com - 09/05/2017, 21:51 WIB

Oleh: Abdul Wahid

”Tantum religio potuit suadere malorum!” Demikian pernyataan Lucretius, yang terjemahannya: ”Betapa hebatnya agama sampai bisa mendorong orang melakukan perbuatan jahat!”

Apa yang disampaikan Lucretius itu sebagai kritik yang ditujukan kepada siapa pun pemeluk agama yang ucapan, sikap, dan perilakunya menyakiti orang lain atau suka berbuat jahat kepadanya, yang perbuatannya ini bertameng agama.Lucretius sejatinya menunjukkan bahwa agama tidak akan mungkin memerintahkan pemeluknya berbuat jahat, menyakiti orang lain, atau memproduksi perbuatan-perbuatanyang berlawanan dengan kepentingan kemanusiaan.

Kepentingan kemanusiaan itu sangat banyak dan beragam. Hidup berdampingan dengan damai, saling melindungi, saling toleransi, saling membebaskan kesulitan, dan tidak saling mengancam adalah beberapa di antara keragaman hajat kemanusiaan. Keragaman hajat kemanusiaan itu disebut juga sebagai hak menjalani hidup dalam kebinekaan (keragaman). Dalam hidup demikian ini, meminjam ruh pemikiran Lucretius, idealitasnya ”sangat” tidak perlu seseorang atau sekelompok orang memaksakan kehendak, paham, atau ”iman” yang diyakininya sebagai kebenaran.

Jika tetap memaksakan paham dan ”iman” kepada orang lain, hajat eksklusif teologisnya ini jadi ”teror” yang jahat untuk kebinekaan. Setiap orang punya jalan atau thariqah-nya masing-masing dalam mengonstruksi dan mengembangkan kebenaran paham dan ”imannya”.

Sayangnya, sering kali kita dipertemukan dengan kondisi paradoksal. Seseorang atau sekelompok orang memosisikan diri seolah-olah menjadi ”instrumen” kebenaran, yang sekaligus karena posisinya demikian, dirinya dijerumuskan menjadi ”predator” yang berhak mencampuri hingga menjagal hajat asasi kemanusiaan yang bernama kebinekaan.

Belakangan ini makin marak kasus yang mengancam kebinekaan atau keberagaman di negeri ini. Ada ikrar kekhilafahan, ada ikrar anti-Pancasila, dan masih sering muncul berbagai aktivitas yang secara langsung atau tidak menolak atau memusuhi keberadaan pemeluk agama atau etnis lain.

PT sebagai basis

Kasus-kasus itu jelas mengindikasikan kebinekaan di negeri ini—sekarang atau masa mendatang—benar-benar terancam terjagal apabila praktik semacam ini tidak mendapat perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat.Menyerahkan semata kepada negara untuk melarangnya tidak akan mempan. Pasalnya, negara sudah terjebak dalam politik peliberalisasian reformasi dan penggunaan hak kebebasan bersuara, berekspresi, memilih, danberorganisasi sesuai keyakinan atau agama masing-masing.

Salah satu lembaga yang diandalkan untuk mengawal kebinekaan adalah kampus. Perguruan tinggi (PT) secara khusus diamanati oleh rakyat untuk menyampaikan kepada mahasiswa atau subyek pendidikan tinggi bahwa Pancasila itu ideologi ”harga mati”. Kalau Pancasila sudah menjadi ”harga mati”, konsekuensinyaPT berkewajiban menjaganya supaya ideologi lain tidakhidup dan berkembang dalam lingkungannya.

Ikrar kekhilafahan yang terjadi dan beberapa kali terulang di PT menjadi sinyal yang mengisyaratkan bahwa ekologi edukasi atau proses pembelajarannya belum benar-benar berhasil membumikan Pancasila sebagai ideologi ”berharga mati”. Meski hanya ”segelintir” PT yangmemberi ruang terjadinya aktivitas seperti ikrar kekhilafahan itu, ini mengindikasikan PT juga harus dikontrol supaya khitahpada landasan diselenggarakannya PT ditegakkan, bukan malah menoleransi atau meliberalisasikan doktrin yang berlawanan dengan kebinekaan.

Dalam Pasal 2 UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan, pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.Landasan yuridis penyelenggaraan edukasi di PT itu menunjukkan bahwa proses pembelajaran di kampus bernyawakan pada kebinekaan, yang setiap elemennya dituntut menegakkan dan mengembangkan doktrin kebinekaan, serta membumikan doktrin ini dalam trans-kehidupan yang berkeberagaman.

Selain itu, proses pembelajaran juga bisa dikembangkan dengan menjelaskan perkembangan berbagai ideologi, doktrin, atau organisasi-organisasi yang masih eksis atau sudah dilarang di sejumlah negara.Pembelajaran dinamika ideologi itu penting guna memberikan informasi yang seimbang dan benar kepada mahasiswa bahwa di ranah global pun terjadi kebinekaan yang luar biasa, yang menuntut setiap elemen bangsa di muka bumi untuk menyikapi dengan cerdas atau mengarifinya.

Salah satu contoh penghormatan kebinekaan istimewa dilakukan Khalifah Umar bin Khathab. Semasa memimpin, Umarmemberikan kepada penduduk Elia (Jerusalem/Al-Quds) keamanan kepada komunitas Nasrani di Elia untuk jiwa mereka, harta kekayaan mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib dan semua perangkat agama mereka. Gereja-gereja mereka tidak boleh diduduki siapa pun, tidak boleh dirobohkan atau dirusak, kekayaannya dan semua hak milik gereja mereka dilindungi, mereka tidak boleh dipaksa dalam agama, dan tidak boleh ditekan.

Umar memberikan pelajaran berharga bahwa di tengah pluralitas atau kebinekaan, setiap pemeluk agama yang berbeda berkewajiban menegakkan kebinekaan, dan tidak diperbolehkan melakukan pemaksaan kehendak, apalagi sampai menyebar teror ideologisataupun fisik.

Membumikan doktrin kebinekaan

Di Indonesia memang hak setiap orang—termasuk para mahasiswa—bisa ”kepincut” dan mengamini doktrin kekhilafahan atau lainnya. Namun, karena mereka terjerumus dalam paham atau opsi eksklusivitas teologis yang menolak kebinekaan, sikap dan pikiran mereka itu harus secara berkelanjutan direstorasi supaya kembali khitah, ke hajat asasi kebersatuan hidup bermasyarakat dan berbangsa yang berkebinekaan.

Menyadarkan atau ”memulangkan” kembali ke jalan itu memang terjal. Pilihan pada paham atau doktrin ini umumnya melekat dan ”berharga mati” seperti cintanya elemen bangsa Indonesia ini pada Pancasila. Meski demikian, dunia pendidikan, khususnyaPT, berkewajiban untuk menggencarkan (menggalakkan) proses pembelajaran yang mengedepankan kebinekaan.

Kebinekaan di PT bisa terjagal secara berkelanjutan bilamanaproses pembelajaran tidak mengenalkan hingga membumikan doktrin kebinekaan. Transformasi melalui proses pembelajaran, kalau perlu di setiap mata kuliah yang ditempuh mahasiswa, menjadi opsi yang akan memprevensi virus paham atau doktrin anti-kebinekaan.

Membubarkan ormas yang mengusung semangat anti-Pancasila dan berbagai bentuk kekerasan memang kewajiban negara untuk mewujudkannya. Akan tetapi, tidak kalah asasinya, juga menjadi kewajiban negara untuk terus menjaga ”nyala” dan ”nyawa” kebinekaan di negeri ini. Salah satunya melalui perguruan tinggi, berbentuk pendidikan kebinekaan yang ”menusantara” dalam proses pembelajaran, tetapi bukan sekadar proses penghafalan dalam teks-teks literasi.

Abdul Wahid
Wakil Direktur I Bidang Akademik Program Pascasarjana Universitas Islam Malang dan Pengurus AP-HTN/HAN

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Mei 2017, di halaman 7 dengan judul " Kebinekaan yang Terjagal".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Nasional
Menteri PAN-RB Enggan Komentari Istrinya yang Diduga Diintimidasi Polisi

Menteri PAN-RB Enggan Komentari Istrinya yang Diduga Diintimidasi Polisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com