Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Ketua Pansus RUU Ormas Anggap Tepat Pembubaran HTI

Kompas.com - 08/05/2017, 22:41 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Manta Ketua Panitia Khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain menilai tepat langkah pemerintah membubarkan organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Saya kira pemerintah melakukan langkah tepat asalkan prosedur sesuai di UU Ormas. Di UU Ormas itu ada pasal larangan kemudian ada pasal sanksi," ujar Abdul Malik saat dihubungi, Senin (8/5/2017).

Adapun pasal larangan yang dimaksud adalah Pasal 59 ayat (4) yang berbunyi: "Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila."

Abdul Malik menilai, aktivitas HTI dapat dikategorikan sebagai aktivitas yang sesuai dengan pasal tersebut. Konsep khilafah yang dimiliki HTI, kata dia, meski tak begitu jelas namun sangat kontraditif dengan ideologi dan dasar negara.

(Baca: Jika Tak Hati-hati, Pembubaran HTI Bisa Ancam Kebebasan Berserikat)

"Kalau kita liihat HTI selama ini aktivitasnya eksplisit dan jelas dia tidak mau menerima Pancasila. Bahkan by data dan surat juga begitu," tutur Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Namun, pembubaran tersebut harus sesuai prosedur yang disyaratkan pada UU Ormas. Sebelum melakukan langkah administrasi, lanjut Abdul Malik, harus dilakukan langkah persuasi terlebih dahulu yakni pembinaan. Ia meyakini Pemerintah telah melakukan upaya tersebut.

"Saya kira Pemerintah sudah melakukan itu. HTI kan ormas lama, sejak 1980-an dan sebetulnya bikin gerah kita juga," kata dia.

(Baca: Jubir HTI: Apa Salahnya Hizbut Tahrir?)

Jika upaya pembinaan tersebut tak bisa dilakukan, barulah Pemerintah dapat melakukan langkah administrasi, yaitu memberikan Surat Peringatan (SP) 1, 2 dan 3. Berikutnya, Pemerintah dapat menghentikan pemberian bantuan hibah bagi Ormas yang mengakses APBD atau APBN.

Ketiga, Pemerintah melakukan penghentian sementara kegiatan ormas tersebut. Penghentian kegiatan tersebut harus didasari fatwa Mahkamah Agung (MA).

"Di undang-undang diberi waktu MA, mempunyai waktu 60 hari untuk memberikan putusan," tuturnya.

Hal itu tetap dibutuhkan meskipun keputusan pembubaran ormas telah diberikan oleh Pemerintah.

"Karena kalau tidak membuat prosedur begitu dan biarpun putusan pemerintah legitimate, itu Pemerintah bisa membabibuta. Kepala-kepala daerah bisa membabibut. Karena masalah politik kemudian bisa dibubarin kegiatannya," ucap Abdul Malik.

(Baca: HTI: Kami Tidak Pernah Diberikan Surat Peringatan oleh Pemerintah)

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com