Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis ICW Samakan Pengusul Hak Angket KPK dengan Penyerang Novel

Kompas.com - 06/05/2017, 13:39 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai anggota dan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat yang mengusulkan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan premanisme politik.

"Ini teror dan premanisme kepada KPK," kata Donal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (6/5/2017).

Donal mengatakan, pengusul hak angket telah menabrak sejumlah aturan yang ada, sehingga layak disebut melakukan tindakan premanisme.

Ia menilai, hak angket salah alamat apabila ditujukan kepada KPK yang bukan merupakan bagian atau eksekutif atau pemerintah.

Kemudian secara prosedur, pengajuan hak angket hingga disetujui di paripurna menabrak aturan yang ada.

Harusnya, hak angket ditandatangani oleh 25 anggota dari dua fraksi yang berbeda. Namun ia mendapat informasi hanya ada 16 anggota yang menandatangani draf hak angket saat diketuk di paripurna. Belakangan, jumlah penandatangan baru bertambah menjadi 25 orang.

Selain itu, pengambilan keputusan di paripurna juga tidak dilakukan secara musyawarah atau pun voting. Pimpinan rapat Fahri Hamzah langsung mengetuk palu meski pun masih ada anggota yang interupsi.

"Bagaimana DPR mau mengawasi Undang-Undang kalau di internalnya saja tidak patuh dengan UU?" ucap dia.

Donal pun menyebut, tindakan pengusul hak angket ini tidak jauh berbeda dengan tindakan dua orang tak dikenal yang menyiram air keras ke wajah penyidik KPK Novel Baswedan.

"Ada dua Premanisme. Satu, premanisme secara fisik itu yang tejadi seperti terjadi pada novel. Kedua, premanisme secara politik seperti yang terjadi di DPR," ucap Donal.

Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.

Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK. (Baca: PAN Tegaskan Tak Akan Kirim Perwakilan dalam Pansus Angket KPK) Melalui Pansus Hak Angket, Komisi III ingin rekaman pemeriksaan Miryam di KPK diputar secara terbuka.

Baca juga: Tak Punya Legalitas yang Kuat, Hak Angket KPK Bisa Dibatalkan

Kompas TV Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyayangkan proses pengambilan putusan hak angket yang dipimpin Fahri Hamzah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com