JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif Veri Junaidi menolak usulan agar biaya seluruh saksi dari partai politik pada pemilu legislatif dan pemilihan presiden ditanggung negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia tak sepakat dengan alasan usulan tersebut yaitu untuk meningkatkan pengawasan.
Alasannya, fungsi saksi sebagai pengawasan telah dijalankan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya.
"Fungsi saksi itu kan pengawasan dan itu sudah dilembagakan dengan adanya Bawaslu, Panwaslu, bahkan di TPS juga ada pengawas TPS. Karena itu, pembiayaan saksi parpol harus tetap oleh parpol atau kandidat. Tak perlu dibiayai oleh negara lagi," kata Veri kepada Kompas.com, Kamis (4/5/2017).
Menurut dia, penggelontoran dana untuk saksi pemilu merupakan pemborosan keuangan negara.
"Itu kecenderungannya memang mubazir. Karena kan sudah ada pengawas yang dibiayai negara. Nanti malah akan tumpang tindih. Pengeluaran negara akan semakin banyak. Pemborosan menurut saya," ujar Veri.
(Baca: Pansus Pemilu: Saksi Pemilu Dibiayai Pemerintah agar Saling Mengawasi)
"Negara sudah membiayai pengawas TPS, harus juga membiayai saksi dari parpol. Apalagi dilihat dari nominalnya sangat tinggi. Uang sebesar itu dipakai sehari saja. Bukan malah sistem (pengawasan) yang dibangun," lanjut dia.
Ia berpendapat, DPR seharusnya memperkuat kelembagaan pengawas pemilu dan kewenangannya agar menjalankan fungsinya dengan efektif.
Akan tetapi, yang dilakukan DPR justru menghamburkan uang negara untuk mengurangi beban keuangan partai politik.
"Jadi bukan soal berapa banyak uang yang dikeluarkan. Tapi dampak sistem apa yang akan didapatkan. Selain mengawasi agar tidak ada kecurangan ya. Harusnya yang didorong DPR jika khawatir ada kecurangaan ya pengawas pemilu yang diperkuat," papar Veri.
Biayai saksi pemilu Rp 10 triliun
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut ada usulan dari DPR agar saksi saat pemilu dibiayai oleh APBN.
"Jadi masih akan dibahas biaya saksi pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilu presiden) itu dari mana. Kalau DPR ingin saksi dari APBN. Itu usulan Pansus (Panitia Khusus) RUU Pemilu, kami tak bisa sebutkan satu partai saja," kata Tjahjo saat ditemui di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (2/5/2017) lalu.
(Baca: DPR Ingin Negara Bayar Saksi Pemilu Rp 10 Triliun Sekali Pencoblosan)