JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Suwarjono, berpendapat bahwa lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab utama meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Berdasarkan catatan AJI Indonesia, kasus kekerasan meningkat tajam sejak 2015 hingga 2016. Pada tahun 2014 tercatat ada 42 kasus kekerasan. Pada 2015, jumlahnya meningkat menjadi 44 kasus. Kemudian persentase kasus kekerasan naik hampir 100 persen pada 2016 yakni 78 kasus.
"Tidak ada satupun para pelaku yang diproses hukum. Adanya pembiaran itu maka kekerasan terus terjadi. Orang dengan mudah merampas bahkan menyerang jurnalis saat bertugas karena lemahnya penegakan hukum," ujar Suwarjono dalam sebuah sesi diskusi Hari Kebebasan Pers Sedunia, di Jakarta Convention Center, Rabu (3/5/2017).
(Baca: Menurut Wapres, Jaminan Keselamatan Jurnalis di Indonesia Lebih Baik)
Menurut Suwarjono, selama dua tahun terakhir tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diproses hingga tuntas. Praktik impunitas terus berjalan dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan polisi atau tentara sebagai pelakunya.
Dia mencontohkan kasus penyerangan sejumlah prajurit TNI Angkatan Udara Lanud Soewondo, Medan, kepada jurnalis saat meliput sengketa tanah antara TNI AU dan warga sekitar.
Kasus kekerasan lain terjadi pada 20 September 2016, Ghinan Salman (24), wartawan Radar Madura Biro Bangkalan dipukuli sejumlah pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Bangkalan.
(Baca: Jurnalis Tewas Ditembak Saat Udarakan Siaran Berita)
Suwarjono mengatakan, kedua kasus tersebut menjadi contoh aparat hukum bekerja dengan lambat, cenderung memacetkan proses hukum dan para pelaku kekerasan bebas dari hukuman.
"Selama dua tahun terakhir tidak ada yang diproses hingga tuntas," kata Suwarjono.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator AJI Medan Hendra Makmur memaparkan hingga saat ini tidak ada kejelasan proses hukum kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh sejumlah personel TNI AU Lanud Soewondo.
Menurut Hendra, pihak AJI Medan telah membuat laporan namun pihak Propam TNI tidak membuat berita acara perkara (BAP).
"Sampai sekarang tidak jelas kasusnya. Kami sudah lapor tapi tidak ada BAP-nya," ujar Hendra.