JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai sinyal positif. Dengan adanya penolakan itu, maka peluang terbentuknya panitia khusus akan semakin kecil.
"Sejumlah masukan yang kami terima dari pakar hukum tata negara, misalnya, pansus (panitia) hak angket harus diisi perwakilan fraksi-fraksi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/5/2017).
"Dari fraksi yang tegas melakukan penolakan itu adalah sinyal positif, kalau memang ada fraksi yang konsisten melakukan penolakan hak angket," tambah Febri.
Febri menilai, sikap sejumlah partai politik yang menolak hak angket menunjukkan bahwa mereka mendukung KPK mengusut kasus dugaan korupsi e-KTP.
"Sikap yang tegas dari fraksi yang tolak hak angket untuk menunjukan juga ke publik," kata Febri.
(Baca: Ramai-ramai "Balik Badan" Tolak Hak Angket KPK)
Usul penggunaan hak angket muncul dalam rapat dengar pendapat Komisi III bersama KPK yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuan itu, Komisi Hukum DPR itu mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Penggunakaan hak angket pun akhirnya disahkan dalam rapat paripurna. Ada 26 anggota dewan yang mendukung penggunaan hak angket itu. Namun, belakangan sejumlah petinggi partai menyatakan penolakannya atas hak angket, meski anggotanya ada yang meneken hak angket.
Partai-partai yang menolak yakni Partai Gerindra, Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN).