JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf menilai, pemerintah perlu melakukan evaluasi sektor pertahanan dan keamanan, salah satunya terkait reformasi di tubuh TNI.
Al Araf menyatakan, reformasi di tubuh TNI harus dilakukan agar sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memperkuat poros maritim Indonesia.
"Pemerintah perlu mengevaluasi sektor pertahanan dan keamanan yang saya lihat tidak banyak berubah sejak masa reformasi," ujar Al Araf dalam diskusi bertajuk 'Evaluasi Bidang Pertahanan dan Menimbang Pergantian Panglima TNI dan Menhan' di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (2/5/2017).
(Baca: Demi Jakarta Aman, Panglima TNI Siap Jadi Terdakwa)
Al Araf memandang kebijakan TNI di bawah kepemimpinan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo cenderung berorientasi pada restrukturisasi komando teritorial dan tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Sementara di sisi lain, kata Al Araf, kebijakan terkait matra laut dan udara terkesan tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Dia mencontohkan pembentukan dua Kodam baru yakni Kodam Merdeka di Sulawesi Utara dan Kodam Kasuari di Papua Barat.
"Kebijakan umum pertahanan tidak mencerminkan gambaran yang utuh sehingga orientasi pertahanan masih dominan ke darat, padahal agenda pemerintah membangun kekuatan maritim," tutur Al Araf.
"Sudah sepatutnya pembangunan kekuatan AU dan AL menjadi prioritas demgan tidak meninggalkan AD," ujar dia.
(Baca: Di Kompleks TNI Tetap Dilarang Dirikan TPS)
Di sisi lain, Al Araf berpendapat bahwa pergantian posisi Panglima juga penting bagi penyegaran dan pembenahan di internal TNI.
Sejak 2013 Panglima TNI berasal dari angkatan Darat. Pada 2013 hingga 2015, Panglima TNI dijabat oleh Jenderal Moeldoko.
Kemudian pada Juli 2015, Presiden Jokowi melantik Jenderal Gatot Nurmantyo. Sedangkan UU TNI mensyaratkan adanya rotasi antar matra terkait posisi panglima.