JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri proses penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Khususnya SKL terhadap Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
"Kami ingin mendalami apa yang terjadi pada rentang waktu tersebut, dan juga informasi tentang apakah pengambilan kebijakan sesuai prosedur," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Hari ini KPK memeriksa mantan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Rizal Ramli.
Selain itu, penyidik KPK memeriksa mantan Wakil Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Eko Budiyanto.
(Baca: Rizal Ramli Diperiksa KPK terkait Kasus SKL BLBI)
Menurut Febri, KPK ingin mengetahui aturan apa yang menjadi dasar penerbitan SKL. Kemudian, KPK ingin mengetahui runutan atau kronologis pengambilan keputusan.
Menurut Febri, setidaknya KPK ingin mengetahui segala yang terjadi dalam rentang waktu 2002-2004.
"Dan jika dalam kondisi-kondisi tertentu misalnya obligor masih punya kewajiban, tapi diterbitkan SKL, itu melanggar apa?" Kata Febri.
Dalam penyelidikan, KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004. SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.
(Baca: Menkeu Sri Mulyani Minta Polisi dan Kejaksaan Kejar Obligor BLBI)
KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Sjamsul sudah menerima SKL dari BPPN, meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun, dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun.
Penerbitan SKL didasari Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.
(Baca: KPK Didesak Cepat Usut Kasus BLBI Sebelum Para Obligor Kabur)
Inpres tersebut dikeluarkan dan ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dalam Inpres diatur bahwa pemberian SKL dilakukan oleh Ketua BPPN setelah mendapat persetujuan dari KKSK dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.