JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak kalangan menilai panjangnya masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi salah satu faktor memanasnya situasi di masyarakat hingga menyebabkan adanya polarisasi atau keterbelahan.
Hal tersebut diperparah dengan menguatnya penyebaran isu berdasarkan SARA dan kampanye hitam.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengusulkan jika masa kampanye pasangan calon dipersingkat.
"Soal durasi kampanye saya menginginkan secara resmi bisa diperpendek," ujar Viva dalam diskusi "Perspektif Indonesia" di Jakarta, Sabtu (22/4/2017).
Viva Yoga menjelaskan, pada dasarnya tahapan kampanye dilakukan oleh pasangan calon sejak sebelum mereka mendaftar sebagai peserta pilkada di KPU. Misalnya, melalui sosialisasi atau pun kunjungan.
Sementara berdasarkan UU Pemilu yang baru, pasangan calon peserta pilkada diperbolehkan untuk berkampanye setelah ditetapkan resmi oleh KPU sebagai peserta.
Di sisi lain, lanjut Viva Yoga, terlalu panjangnya masa kampanye menimbulkan potensi ketidakadilan terkait penggunaan lembaga penyiaran atau frekuensi publik sebagai alat kampanye.
"Saya setuju diperpendek, karena esensinya kampanye sudah dilakukan.sebelum mendaftar. Persoalan lainnya ada ketidakadilan terkait penggunaan media mainstream sebagai alat kampanye," kata Viva Yoga.
(Baca juga: Para Tokoh Agama Deklarasi Pilkada Damai)
Pada kesempatan yang sama, mantan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah menjelaskan, berdasarkan UU Pemilu, kegiatan kampanye pada Pilkada serentak 2017 mencapai tiga hingga empat bulan.
Tahapan itu dimulai sejak ditetapkan sebagai peserta pilkada. Sebelum pilkada serentak, masa kampanye pasangan calon hanya mencapai 14 hari atau maksimal 21 hari.
"Kalau misalnya mengacu Pilkada serentak 2017, September ditetapkan (sebagai paslon), artinya sekitar empat bulanan paslon itu melakukan aktivitas kampanye," kata Ferry.
(Baca juga: Pentas Seni dan Seruan Pilkada Damai)