JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mempertanyakan kinerja Kepolisian RI dalam mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Ia menilai, polisi lamban dalam menangani kasus itu.
Padahal, penyerangan terhadap Novel terjadi pada Selasa (11/4/2017), atau hampir dua pekan lalu.
"Sampai dengan detik Ini, nyaris tidak ada titik terang siapa teroris yang menyerang Novel Baswedan," kata Dahnil, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/4/2017).
Menurut dia, penyelesaian kasus Novel ini mirip dengan kasus penyerangan terhadap aktivis Indonesia Corruption Watch Tama S Langkun pada 2010 lalu.
(Baca: Penyerangan Novel, Polisi Periksa 2 Orang Mencurigakan yang Tertangkap CCTV)
Kepolisian dinilai tidak mempunyai itikad untuk mengungkap penyerangan terhadap Novel.
"Padahal, bila merujuk kemampuan polisi menangani kasus-kasus terorisme atau kasus kekerasan lainnya, biasanya mudah dituntaskan," ujar Dahnil.
Ia menyarankan agar Presiden Joko Widodo memberikan perhatikan khusus pada kasus ini.
Sebab, penyerangan terhadap Novel adalah ancaman terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Agaknya Kapolri harus diultimatum Presiden untuk pengungkapan kasus Ini lebih cepat," tambah Dahnil.
Ia juga meminta Polri menerjunkan Densus 88 Anti-teror untuk mengejar pelaku penyerangan terhadap Novel.
(Baca: Mata Kanan Novel Mulai Bisa Mengenali Wajah)
"Presiden perlu memerintahkan Kapolri untuk mendesak Densus 88 mengungkap dan mengejar teroris yang menyerang Novel, saya yakin itu pekerjaan mudah bagi Densus 88," kata Dahnil.