JAKARTA, KOMPAS.com - Digulirkannya hak angket DPR yang bertujuan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka rekaman pemeriksaan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani, dinilai bisa menghambat penuntasan kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani KPK.
Kasus itu adalaj kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), yang melibatkan sejumlah nama besar, termasuk anggota DPR RI.
"Jika itu (rekaman) dibuka, maka ada risiko kasus ini akan terhambat, dan itu artinya ada potensi ke depan penanganan e-KTP tidak akan tuntas," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK Jakarta, Jumat (21/4/2017).
Menurut Febri, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Pimpinan KPK telah menegaskan bahwa KPK tidak bisa membuka bukti-bukti rekaman atau berita acara pemeriksaan terkait Miryam S Haryani.
(Baca: Gulirkan Hak Angket terhadap KPK, Komisi III Dianggap Intervensi)
Alasannya, karena KPK sedang melakukan penyidikan, di mana ada dua tersangka dan dua terdakwa kasus e-KTP.
Febri mengatakan, rekaman pemeriksaan dan BAP merupakan alat utama yang digunakan untuk menuntaskan penyidikan dan penuntutan suatu perkara.
"Kami juga mendapat cukup banyak masukan dari publik soal risiko adanya konflik kepentingan, karena nama-nama yang disebut pada saat itu adalah mereka yang juga menjadi unsur dari Komisi III DPR," kata Febri.
Sebelumnya, usulan pengajuan hak angket itu diputuskan pada rapat dengar pendapat Komisi III dan KPK yang selesai digelar, Rabu (19/4/2017) dini hari.
Mayoritas fraksi menyetujui pengajuan hak angket tersebut.
(Baca: KPK Tegaskan Tak akan Buka Rekaman Pemeriksaan Miryam S Haryani)
Usulan itu dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK.
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa Miryam mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III terkait kasus e-KTP yang banyak melibatkan anggota DPR.