Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perekrutan Hakim, KY dan MA Beda Persepsi

Kompas.com - 20/04/2017, 19:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung berbeda persepsi soal waktu yang tepat untuk perekrutan hakim baru. Komisi Yudisial mengusulkan perekrutan hakim dilakukan setelah Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim disahkan. Alasannya, status hakim sebagai pejabat negara diatur dalam UU itu.

Namun, MA menghendaki agar perekrutan hakim dilakukan secepatnya, tanpa menunggu RUU Jabatan Hakim disahkan. Alasannya, saat ini MA sedang mengalami krisis hakim lantaran perekrutan hakim terakhir kali diadakan tahun 2010.

Juru Bicara KY Farid Wajdi, Rabu (19/4), di Jakarta, mengatakan, perekrutan hakim sepatutnya menunggu RUU Jabatan Hakim disahkan. "Status hakim jika menurut RUU Jabatan Hakim adalah pejabat negara sehingga jika MA merekrut hakim sendiri, statusnya pejabat negara atau pegawai negeri sipil. Sebab tak lagi dikenal aparat sipil negara hakim dalam UU," katanya.

Farid juga menilai, publik belum sepenuhnya percaya dengan perekrutan hakim yang dilakukan MA akan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Filosofi pelibatan KY dalam perekrutan hakim tingkat pertama awalnya adalah untuk lebih meningkatkan proses dan kualitas seleksi yang lebih bebas dari unsur dugaan KKN.

"Justru pertanyaannya, ada apa dengan MA yang begitu ngototuntuk seleksi, padahal ini fase krusial dan transisional. RUU Jabatan Hakim saat ini juga masih dibahas di parlemen, jadi dalil bahwa pengadilan kekurangan orang dan akan lumpuh pada 2020 menjadi tidak logis," ujarnya.

(Baca juga: Masyarakat Diminta Beri Pendapat tentang Calon Hakim Agung)

Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Ridwan Mansyur menuturkan, Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2017 telah diterbitkan serta mengatur tentang tata cara dan syarat perekrutan hakim. MA menghendaki perekrutan secepatnya dan tidak harus menunggu penyelesaian pembahasan RUU Jabatan Hakim di DPR. "Jika memang nanti ada aturan yang lebih detail tentang status hakim sebagai pejabat negara di UU Jabatan Hakim, hal itu adalah urusan lainnya. Namun, sekarang kebutuhan hakim itu yang harus dipenuhi dulu," katanya.

Kebutuhan hakim di MA dan lingkungan pengadilan di bawahnya sebenarnya berjumlah 4.000 orang. Namun, pemerintah baru bisa memenuhi sekitar 1.800 orang. "Ini sudah darurat karena jumlah hakim sangat sedikit, terutama di daerah-daerah. Jika kami tidak merekrut tahun ini, bisa dipastikan MA akan kekurangan hakim tahun 2019 atau 2020. Hakim baru yang kami rekrut tahun ini pun sebenarnya baru bisa dimanfaatkan pada 2020 karena ada masa pelatihan calon hakim selama dua tahun," ujar Ridwan. (REK)
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 April 2017, di halaman 5 dengan judul "KY dan MA Beda Persepsi".

Kompas TV Palu Godam Hakim Artidjo - Satu Meja eps 157 bagian 1

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Nasional
Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com