Hidup bukan bagai pisang berkubak, tidak disajikan serba jadi oleh ”the invisible hand” kepada kita. Setiap kali sesudah melangkah, kita harus bersiap menentukan langkah selanjutnya.
Maka, setiap orang, pada suatu ketika, di sesuatu tempat, harus mengambil keputusan—mengenai esensial—di antara banyak perbuatan yang harus dilakukan manusia di dalam perjalanan hidupnya.
Orang tak dapat mengelakkannya dengan dalih apa pun. Sebab, pada asasnya, tidak mengambil sesuatu keputusan dalam dirinya sudah merupakan satu keputusan dan yang terburuk dalam jenisnya.
Keputusan ini dapat menyangkut kepentingan diri sendiri, bisa pula melibatkan nasib, bahkan hidup-matinya orang lain ataupun orang-orang lain.
Semakin banyak jumlah orang yang secara langsung terkena oleh keputusan yang diambil seseorang, semakin beratlah sifat keputusan tadi.
Apabila kita perhitungkan pula mekanisme yang tidak langsung, dapat kiranya dikatakan bahwa tak ada satu pun keputusan yang tidak langsung tidak akan menyinggung keadaan orang lain.
Peran pendidikan
Harus diakui, sesuatu keputusan acap kali tak hanya didasarkan pikiran, pertimbangan nalariah. Hati, pertimbangan perasaan, juga ikut berperan.
Filosof-matematikawan Pascal pernah berujar, ”le coeur a sa raison que la rasion ne peut pas expliquer”—the heart has its reason when reason cannot explain; hati punya penalarannya sendiri jika nalar tidak bisa menjelaskan.
Berarti hati dengan perasaannya, bahkan naluri dekat juga ditata dan dibuat rasional, melalui membaca, menulis, belajar berpikir teratur, dan latihan penalaran secara sadar dan sengaja adalah intisari dari usaha manusia yang lazimnya disebut ”pendidikan”.
Dari sini terlihat betapa penting usaha pendidikan yang dapat membantu manusia mampu mengambil keputusan secara sadar dan berimbang.
Pendidikan merupakan usaha yang dikembangkan oleh Raden Ajeng (RA) Kartini dengan sekuat tenaganya.
Bahwa usaha pendidikan ini secara eksplisit ditujukan ke arah kaumnya, yaitu kaum perempuan, membuat usahanya ini punya makna sangat fundamental, lebih-lebih jika ia dilihat dalam rangka situasi kehidupan perempuan ketika itu.
Usaha pendidikan perempuan yang dipelopori dan dikembangkan Kartini, secara esensial, membantu kaum perempuan mengambil keputusannya sendiri, menentukan langsung derajat kebebasannya.
Sebab, ada-tidaknya kebebasan bukanlah fungsi dari ada-tidaknya kesempatan memilih, tetapi bergantung ada-tidaknya kemampuan orang untuk mengambil sendiri keputusan yang pada satu ketika harus dilakukannya.