JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa dua orang Komisaris PT Pirusa Sejati, Ignas Bramono dan Donnie Armand Hamzah terkait kasus dugaan suap pengadaan dua kapal perang untuk Pemerintah Filipina. Mereka dipanggil sebagai saksi.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AC (Arief Cahyana)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (20/4/2017).
Arif Cahyana merupakan General Manager Treasury PT PAL Indonesia. Sejumlah pejabat PT PAL diduga diduga menerima fee dari penjualan kapal jenis Strategic Sealift Vessel (SSV) ke Filipina. Mereka diamankan pasca operasi tangkap tangan pada Kamis (30/3/2017).
Proses pembelian yang disepakati pada 2014 tersebut melibatkan perusahaan perantara Ashanti Sales Inc. Proyek pembelian dua kapal perang tersebut senilai 86,96 juta dollar AS.
(Baca: Dirut dan Pejabat PT PAL Indonesia Dijanjikan "Fee" Rp 14 Miliar)
Diduga, pejabat PT PAL menyepakati adanya cash back dengan perusahaan perantara, dari keuntungan penjualan sebesar 4,75 persen. Cash back diduga diberikan melalui PT Pirusa.
"Keuntungan sebesar 1,25 persen atau senilai 1,087 juta dollar AS diberikan kepada pejabat PT PAL. Sementara, 3,5 persen menjadi bagian perusahaan perantara," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan sejumlah tersangka. Direktur Utama PT PAL M. Firmansyah Arifin, Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar, dan GM Treasury PT PAL Arief Cahyana. Kemudian tersangka lainnya pejabat PT Pirusa Sejati Agus Nugroho.
(Baca: Kronologi Operasi Tangkap Tangan Pejabat PT PAL Indonesia)
Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang senilai 25.000 dollar AS yang diduga sebagai pemberian kepada pejabat PT PAL Indonesia.
Firmansyah, Arif Cahyana dan Saiful Anwar disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara, Agus Nugroho sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.