JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota tim teknis yang dibentuk Kementerian Dalam Negeri untuk proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Tri Sampurno, mengakui pernah menerima uang dari pengusaha Dedi Prijanto.
Dedi merupakan kakak Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang mengerjakan proyek e-KTP.
Hal itu dikatakan Tri saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/4/2017).
Menurut Tri, awalnya Ketua Tim Teknis e-KTP Husni Fahmi menerima undangan dari perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI). Tim tersebut beberapa kali melakukan pertemuan di Graha Mas Fatmawati, ruko milik Andi Narogong.
"Yang kami pahami, Tim di Fatmawati bermaksud melakukan demo sistem e-KTP yang mereka kembangkan. Karena kami diundang melihat produk, kami anggap ini bagian dari industri dalam negeri," ujar Tri yang juga merupakan perekayasa muda di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
(Baca juga: Sebelum Jadi Tim Teknis E-KTP, Pegawai BPPT Diundang Rapat Tim Fatmawati)
Menurut Tri, pada malam hari setelah selesai menyaksikan demo, ia ditawarkan untuk menumpang mobil yang dikendarai Dedi dan adik Andi Narogong, Vidi Gunawan. Saat itu, Tri tinggal di Bogor, sementara Dedi dan Vidi tinggal di Cibubur.
"Waktu itu sudah malam, jadi saya ikut menumpang. Di dalam mobil ada satu orang baru yang belum pernah saya lihat," kata Tri.
(Baca juga: Diminta Rekomendasi di Proyek E-KTP, Dosen ITB Merasa Ditawarkan Uang)
Menurut Tri, selama dalam perjalanan tidak ada pembicaraan khusus. Ia kemudian turun setelah mobil yang dikendarai keluar dari Gerbang Tol Cibubur.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke Bogor, Tri mengaku dipaksa menerima uang oleh Dedi. Uang sebesar Rp 2 juta yang diberikan Dedi disebut sebagai ongkos taksi.
Meski pemberian uang itu terjadi pada 2010, Tri memastikan bahwa saat itu lelang proyek e-KTP belum dilakukan oleh Kemendagri.