JAKARTA, KOMPAS.com – Kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan dinilai menjadi indikasi adanya ancaman serius terhadap upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Pemerintah diharapkan dapat bersikap tegas dalam mengusut serta mengungkap aktor intelektual di balik serangan tersebut.
“Apa yang menimpa Novel bukan lah tindakan kriminal biasa, tetapi teror terhadap institusi penegak hukum,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan saat memberikan keterangan di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
(Baca: Polisi Periksa 14 Saksi dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan)
Presiden Joko Widodo, menurut dia, seharusnya tidak melihat kasus penyerangan Novel sebagai kasus kriminal murni.
Pasalnya, Novel selama ini diketahui menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas sejumlah kasus besar yang ditangani KPK.
“Ini adalah ancaman serius terhadap KPK dan Presiden harus mengambil tindakan penting,” ujarnya.
Selain itu, ia mengingatkan, bukan kali ini saja kasus penyerangan terhadap aktivis antikorupsi terjadi.
Karena itu, diperlukan keseriusan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas sejumlah kasus yang masih menjadi pekerjaan rumah.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Manager Nasution mengatakan, negara harus memastikan bahwa kasus kekerasan terhadap aktivis antikorupsi tak lagi terjadi di masa depan.
(Baca: Mahfud MD Yakin Polri Dapat Ungkap Pelaku Kekerasan Terhadap Novel Baswedan)
Kasus penyerangan Novel, kata dia, merupakan kasus kesekian kali yang menimpa penyidik senior KPK itu.
“Novel ini mengalami terori dan kekerasan fisik bukan hanya ini, sudah berkali-kali. Kalau pengakuan keluarga sudah kelima kali,” kata Manager.
“Coba bayangkan, negara abai, negara tidak hadir untuk menjamin keselamatan warganya,” lanjut dia.
Komnas HAM, ungkap dia, dipastikan akan memantau perkembangan penanganan kasus penyerangan terhadap Novel.
Karena itu, ia meminta, agar pemerintah dan aparat kepolisian bekerja serius dalam mengusut kasus ini. Terlebih, kata dia, kehebatan Polri diakui dunia.
“Di dunia, polisi kita diakui hebat. Orang saling bertemu kemudian dengan mudah disebut makar. Kemudian orang (ditemukan) di tengah sawah dibilang teroris. Kalau polisi professional, independen, pasti bisa selesaikan kasus ini,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.