JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia menyampaikan keprihatinannya atas serangan rudal yang dilacarkan Amerika Serikat (AS) ke Suriah pada Kamis malam (6/4/2017) waktu setempat.
Serangan tersebut merupakan pembalasan atas serangan senjata kimia terhadap warga sipil. Diduga serangan kimia itu dilakukan oleh militer loyalis Presiden Suriah Bashar al-Assad meskipun Damaskus membantah tudingan itu.
"Posisi Indonesia sangat mengutuk penggunaan senjata kimia yang memakan banyak korban. Pada saat yang sama, Indonesia prihatin serangan unilateral dari pihak manapun," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arrmanatha Nasir, di Kantor Kemlu, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2017).
(Baca: Apa Reaksi Dunia atas Serangan 60 Rudal Tomahawk AS ke Suriah?)
Arrmanatha menilai, serangan AS kepada Suriah merupakan tindakan militer yang dilakukan tanpa pesetujuan Dewan Keamanan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).
Serangan itu tidak sejalan dengan prinsip hukum internasional dalam menyelesaikan konflik secara damai, sebagaiaman diatur dalam piagam PBB.
Arrmanatha melanjutkan, bagi Indonesia, stabilitas dan perdamaian di Suriah hanya bisa tercapai melalui dialog, proses politik yang inklusif, dan dengan mengedepankan diplomasi.
Ia menyampaikan, Pemerintah Indonesia meminta kepada semua pihak untuk dapat menahan diri dan menghentikan seluruh tindak kekerasan.
(Baca: Berapa Korban Tewas dalam Serangan Tomahawk AS ke Suriah?)
Selain itu, juga mengimbau agar selalu melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Pemerintah juga berharap dibukanya akses ke Suriah agar bantuan bisa masuk ke sana.
"Indonesia mendorong agar akses kemanusiaan terus dibuka agar bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Suriah," kata Arrmanatha.
Ia menambahkan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terus berkoordinasi dengan Wakil Tetap RI di PBB.
"Indonesia terus mendorng dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah agar situasi di Suriah dapat diselesaikan," ujarnya.