JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya Novanto membantah semua fakta persidangan yang melibatkan namanya dalam sidang perkara dugaan korupsi e-KTP.
Ia diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman dan anak buahnya, Sugiharto.
Dalam surat dakwaan yang didukung keterangan sejumlah saksi, Novanto disebut-sebut punya peranan dalam proses pembahasan proyek tersebut. Bahkan, kedua terdakwa membenarkan adanya pertemuan dengan sejumlah pihak untuk pembahasan e-KTP. Novanto masih saja berkelit.
"Semua yang saya sampaikan adalah kebenaran, yang mulia," kata Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4/2017).
1. Bantah terima uang
Dalam dakwaan disebut bahwa Novanto menerima uang sejumlah Rp 574,2 miliar dari pengusaha Andi Narogong. Uang itu berasal dari 11 persen anggaran e-KTP yang disepakati oleh DPR RI sebesar Rp 5,9 triliun.
(Baca: Setya Novanto Bantah Terlibat Korupsi E-KTP)
Dari anggaran itu, sebesar 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP. Sedangkan 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI.
"Tidak benar yang mulia. Yakin," kata Novanto.
Hakim mengingatkan Novanto untuk tidak berbohong. Sebab, sebelumnya ia telah disumpah untuk memberikan keterangan yang sebenarnya dalam sidang.
"Betul (tidak menerima), sesuai dengan sumpah saya," kata Novanto.
2. Bantah kenal Andi Narogong
Novanto juga membantah mengenal Andi Narogong. Padahal, dalam dakwaan, Novanto beberapa kali bertemu dengan Novanto membahas proyek e-KTP.
Bahkan, sebagian saksi dari anggota DPR mengenal Andi sebagai orang dekat Novanto. Namun, Novanto menyebut perkenalan mereka sebatas bisnis kaus partai. Ia mengatakan, pertemuan dengan Andi hanya dua kali sekitar tahun 2009.
(Baca: Setya Novanto Mengaku Kenal Andi Narogong Selaku Pengusaha Konveksi)
"Andi menyampaikan jual kaus partai. Setelah saya cek, masih terlalu mahal sehingga saya tidak bisa setuju itu," kata Novanto.
Dalam pertemuan kedua, kata Novanto, Andi kembali menawarkan kaus partai. Namun, harga yang ditawarkan masih dianggap mahal sehingga Novanto tak jadi membeli.
3. Bantah ikut pertemuan di Hotel Gran Melia
Berdasarkan keterangan saksi mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, sempat ada pertemuan antara dirinya, Irman, Sugiharto, Andi, dan Novanto.
Dalam pertemuan itu, Novanto menyampaikan pesan untuk mengawal e-KTP yang termasuk dalam program prioritas pemerintah. Namun, Novanto membantah ada dalam pertemuan itu.
"Tidak benar," kata Novanto.
Irman mencoba mengingatkan Novanto pada pertemuan tahun 2010 itu. Saat itu, kata Irman, Novanto datang bersama Andi. Novanto tetap membantahnya.
"Saya tetap pada pendirian dan BAP saya di bawah sumpah," kata dia.