JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan RUU Minuman beralkohol saat ini masih dibahas di tingkat panitia kerja (Panja).
Pembahasan masih memperdebatkan dua pemikiran antara larangan minuman beralkohol dengan pengecualian secara terbatas dan pendapat yang lebih mengedepankan pengendalian dalam tata kelola minuman beralkohol.
"Terdapat perbedaan mendasar di antara dua kutub pandangan tersebut," kata Anggota Panitia Khusus RUU Larangan Minol dari Fraksi PPP Mustaqim dalam keterangan tertulis, Rabu (5/4/2017).
Mustaqim mengatakan, jika RUU itu terkait pelarangan minuman beralkohol, semua aktifitas mulai produksi, distribusi, peredaran, perdagangan sampai konsumsi adalah kegiatan terlarang.
"Meski dilarang namun ada sedikit pengecualian terutama wisatawan asing dan kepentingan terbatas lainnya yang dilakukan melalui perizinan dan pengawasan yang ketat," ucap Mustaqim.
Sedangkan pengendalian, berpegang pada prinsip minuman beralkohol hanya perlu dikendalikan dalam aspek produksi sampai konsumsi.
Mustaqim meminta seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah harus menyelesaikan pembahasan RUU ini.
"Tidak boleh ada upaya untuk membuat pembahasan RUU menjadi deadlock. Terlalu banyak yang sudah dirugikan dengan tidak adanya regulasi yang tegas terkait dengan ini," ucapnya.
Sikap fraksi PPP sampai saat ini, lanjut Mustaqim, adalah melarang secara terbatas minuman beralkohol.
Hal ini didasarkan pada fakta kegagalan pengendalian minuman beralkohol sehingga timbul korban jiwa.
“Kita tidak mundur untuk masalah ini," ucapnya.
Mustaqim mengatakan, berdasarkan riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan, tahun 2007 jumlah remaja pengonsumsi minuman beralkohol masih di angka 4,9 persen, pada laki-laki 8,8 persen dan perempuan 0,5 persen.
Tetapi pada tahun 2014, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh salah satu LSM, jumlahnya melonjak hingga 23 persen dari total jumlah remaja saat ini.
Selain itu juga konsumsi minuman beralkohol menjadi pemicu kriminalitas dan sudah terbukti membawa efek kesehatan yang buruk.
Pelarangan minuman beralkohol juga dilakukan demi melindungi generasi muda yang menurut penelitian terus meningkat jumlahnya yang terpapar minuman beralkohol.
Generasi muda adalah aset bangsa yang wajib dijaga. Pelarangan minuman beralkohol juga sejalan dengan kebutuhan pengaturan di berbagai daerah seperti di Provinsi Papua yang tegas melarang menuman beralkohol karena mengancam kelangsungan hidup bangsa Papua.
"Karena itu, sikap Fraksi PPP tentang larangan Minuman Beralkohol sudah final. Bahkan jika diperlukan PPP akan mengusulkan dalam pembahasan di pansus, apabila Pemerintah dan Fraksi lain menolak, maka pelarangan Minuman Beralkohol diberlakukan khusus bagi umat Islam," ucap Mustaqim.
Menurut dia, hal ini sejalan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.
Dalam UU tersebut UU harus berdasarkan asas kebinekaan. Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.