Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ribut Bukan untuk Kepentingan Publik, DPD Wajib Minta Maaf ke Rakyat"

Kompas.com - 04/04/2017, 10:35 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali mendapat sorotan publik. Kali ini soal pengangkatan tiga pimpinan yang menuai pro-kontra karena menjalankan aturan masa jabatan 2,5 tahun.

Padahal, tata tertib yang mencantumkan soal masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Namun, hal itu tak diindahkan.

Drama pemilihan pimpinan itu diwarnai kericuhan yang berlangsung selama berjam-jam.

Situasi itu bukan hal baru. Setidaknya pada periode 2014-2019, "rangkaian" kericuhan pernah terjadi saat penetapan tata tertib masa jabatan 2,5 tahun serta pemilihan Ketua DPD pasca-Irman Gusman ditangkap KPK.

(baca: Drama DPD "Ribut" Urusan Kursi Pimpinan...)

DPD kerap menyuarakan penguatan lembaga. Namun, di lain waktu DPD disoroti publik karena ribut di internal.

Terbaru, Oesman Sapta Odang didapuk menjadi Ketua DPD. Padahal, di saat yang sama, Anggota DPD asal Kalimantan Barat itu sudah menjabat Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Umum Partai Hanura.

Penunjukan Oesman Sapta juga menuai pro-kontra karena dianggap melangkahi putusan MA yang membatalkan masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun.

Kerap diperhatikan publik namun karena kekisruhannya, DPD dinilai tak paham kerja-kerja politik untuk rakyat. Para anggota DPD dianggap tak mengerti cara berpikir sebagai politisi.

"Mereka seolah ingin memperkuat DPD dengan mengubah legalitasnya, tapi di kepala mereka sendiri belum sepenuhnya mengerti kerja-kerja politik untuk kepentingan rakyat. Jadi problemnya lebih mendasar," kata Pengamat politik dari LIMA, Ray Rangkuti saat dihubungi, Senin (3/4/2017) malam.

(baca: "Perilaku DPD Persis seperti Kanak-kanak")

Karena tak memahami kerja politik, akibatnya mereka kerap memperdebatkan persoalan namun tak mengerti solusi untuk mencari titik temunya.

Misalnya, mengenai masa jabatan pimpinan DPD. Satu kelompok bersikeras ingin hanya 2,5 tahun, sedangkan kelompok lainnya teguh dengan 5 tahun.

"Beda misalnya dengan kerja-kerja di DPR. Di DPR itu terbiasa berdebat keras, kencang, tapi mereka mengerti dimana berujung," tuturnya.

(baca: "Magnet Kekuasaan Telah Merasuki DPD Hingga ke Nadi Mereka...")

Halaman Berikutnya
Halaman:



Terkini Lainnya

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com