Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Nasir Mengaku "Dibully" Guru Besar karena Peraturannya

Kompas.com - 30/03/2017, 15:01 WIB

BOGOR, KOMPAS.com - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengaku "dibully" atau dirundung oleh sejumlah guru besar.

Ia "dibully" karena menerbitkan Peraturan Menristekdikti 20/2017 Permenristekdikti No. 20/2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.

"Saya 'dibully' habis-habisan gara-gara peraturan itu. Begitu Permenristekdikti itu keluar, besoknya ada tulisan di koran tentang peraturan itu," ujar Menteri Nasir usai membuka Musyawarah Kerja Nasional Ahli dan Dosen Republik Indonesia (ADRI) di Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/3/2017), seperti dikutip Antara.

Dalam artikel di salah satu koran besar itu, kata dia, membahas mengenai peraturan yang mewujudkan para guru besar dan lektor kepala menulis jurnal itu.

"Ujung-ujungnya, penulis itu meminta perlu adanya penyegaran kembali bagi para guru besar bagaimana menulis jurnal internasional. Pertanyaan saya, bagaimana bisa menjadi guru besar tapi lupa cara menulis jurnal?" kata Nasir mempertanyakan.

Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa lektor kepala harus menghasilkan sedikitnya tiga karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal nasional terakreditasi, dan satu karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional, paten, atau karya seni monumental/desain monumental.

Lektor kepala yang tak dapat memenuhi karya ilmiah tersebut, dihentikan sementara tunjangan profesinya.

Sementara itu, untuk jabatan guru besar atau profesor paling sedikit tiga karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional atau paling sedikit satu karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional bereputasi.

Profesor harus menghasilkan buku atau paten atau karya seni monumental dalam kurun waktu 3 tahun.

"Bahkan di Taiwan tersebut, guru besar harus mempublikasikan sedikitnya dua karya ilmiah internasional," katanya.

Dalam publikasi ilmiah, Menteri Nasir meminta agar dosen jujur. Ia juga meminta perguruan tinggi untuk mengalokasikan anggaran untuk penelitian, dan tidak hanya untuk pengajaran saja.

Sementara itu, Direktur Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti, berharap ADRI dapat membantu mengkonsolidasikan dosen agar menghasilkan penelitian yang bagus.

"Paling tidak berindeks nasional yakni sistem Science and Technology Index (SINTA)," kata Ghufron.

Disinggung mengenai penolakan para guru besar dan lektor kepala terkait Permenristekdikti itu, Ghufron mengatakan, pihaknya akan menjelaskan dan berusaha menfasilitasi mengenai hal itu.

Ghufron mengatakan bahwa potensi dosen di Tanah Air amat besar. Jumlah dosen di Tanah Air sebanyak 265.817 dosen, dan sekitar 31.000 di antaranya adalah lektor kepala dan 5.200 profesor.

"Namun, untuk profesor yang aktif hanya sekitar 3.200 orang saja karena ada beberapa yang ditugaskan di sejumlah instansi negara," ucapnya.

Dengan jumlah dosen sebanyak itu, dia menilai Indonesia memiliki potensi yang amat besar dalam melakukan penelitian yang diharapkan bisa menghasilkan inovasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber ANTARA
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com