Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan 5 Isu Krusial di RUU Pemilu yang Berujung "Deadlock"

Kompas.com - 30/03/2017, 09:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) mengklaim pembahasan 18 isu krusial telah hampir rampung.

Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto meyakini, pembahasan berjalan sesuai jadwal yang ditentukan.

Sehingga ia optimistis pembahasan RUU tersebut akan rampung seperti yang ditargetkan, yakni akhir April.

"Dari sisi jadwal yang sudah kami tetapkan bersama pemerintah, on the track atau tidak ada yang meleset," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

"Kami optimistis pembahasan RUU Pemilu ini selesai on time," sambungnya.

Beberapa isu telah disepakati. Namun ada pula isu yang masih menyisakan opsi. Isu-isu dengan opsi tersebut rencananya akan dibahas pekan depan.

Pembahasan lima isu itu menemui kebuntuan atau deadlock. Isu-isu itu yakni soal sistem pemilu, jumlah kursi anggota dewan, ambang batas parlemen, metode konversi suara ke kursi, dan ambang batas pencalonan presiden.

Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi menuturkan, lima isu tersebut harus diselesaikan melalui lobi.

"Semuanya telah pada titik yang tidak lagi bisa dilangkahi. Pembicaraan sudah sampai sini," ujar Taufiq.

Ia mencontohkan isu mengenai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Dalam pembahasan isu fraksi tak menemui kata sepakat.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ingin ambang batas parlemen tetap di angka 3,5 persen. Nasdem teguh dengan usulan 7 persen sedangkan mayoritas partai, kata Taufiq, mengusulkan angka 5 dan 6 persen.

Adapun saat ini, threshold yang berlaku adalah 3,5 persen.

Masing-masing fraksi sudah 'kekeuh' dengan posisinya masing-masing. "Kalau itu harus dibicarakan lewat lobi," tuturnya.

(Baca: Pembahasan RUU Pemilu Buntu, 5 Isu Harus Berujung Lobi)

Hal serupa diungkapkan Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo.

Menurut dia, pembahasan selanjutnya dilakukan di ranah formil (melalui rapat panja) dan lobi.

Tak menutup kemungkinan, mekanisme voting dilakukan, jika ada isu yang masih menemui kebuntuan.

"Kemungkinan voting pasti ada. Dulu jaman saya Ketua Pansus (RUU Pemilu 2009-2014), tiga isu divoting di paripurna. Biasa saja itu," kata Arif.

 

Berikut pemetaan sikap fraksi pada lima isu krusial RUU Pemilu:

1. Sistem Pemilu Anggota DPR dan DPRD

Pada isu ini, dua partai memilih sistem proporsional tertutup, yakni Partai Golkar dan PDI-P.

Sedangkan delapan fraksi lainnya memilih siaten proporsional terbuka seperti pada pemilu sebelumnya.

Adapun opsi alternatif yang diajukan Pemerintah sebagai jalan tengah adalah sistem "terbuka-terbatas".

(Baca: Pilih Sistem Pemilu Legislatif Tertutup, Ini Alasan Golkar)

Pemilih nantinya boleh mencoblos partai dan boleh mencoblos nama calon legislatif. Apabila partai yang lebih banyak dicoblos, maka partai yang menentukan calon legislatif terpilih berdasarkan nomor urut.

Namun, apabila suara caleg lebih besar dari suara partai, maka caleg tersebut yang menjadi caleg terpilih.

2. Jumlah kursi anggota DPR

Sebnyak empat kesepakatan dibuat untuk isu ini. Pertama, sepakat menambah jumlah anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Kedua, menyepakati penataan ulang daerah pemilihan berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah.

Ketiga, Pansus menyerahkan kepada Pemerintah untuk melakukan sinulasi tentang jumlah kursi dan penataan daerah pemilihan yang akan dibahas di tingkat Panja.

(Baca: Anggota Dewan Rela Potong Gaji demi Penambahan Jumlah Kursi di DPR)

"Saya dengar, separuh akan diusulkan untuk dilakukan perombakan. 16 provinsi ditata ulang. Sebagaimana diminta oleh Pansus," kata Taufiqulhadi.

Sementara itu, keempat, penataan dapil ada pada lampiran undang-undang.

3. Ambang batas parlemen

Terdapat empat opsi yang mengerucut, yakni 3,5 persen 4,5 persen 5 persen, dan 7 persen.

Dalam hal ini, Fraksi PKB sepakat dengan semua opsi.

Sedangkan fraksi yang setuju angka tersebut tetap 3,5 persen, adalah PAN, Partai Gerindra, PPP, Partai Hanura, PKS, PKB, dan Partai Demokrat.

(Alasan Nasdem Usulkan Ambang Batas Parlemen 7 Persen)

Dua fraksi setuju ambang batas parlemen 4,5 persen, yaitu PKS dan PKB.

PDI Perjuangan dan PKB pada 5 persen. Sementara Golkar, Nasdem dan PKB di posisi 7 persen.

4. Metode konversi suara ke kursi

Sebanyak enam fraksi memilih metode Sainte-Laguë, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Hanura, Partai Demokrat, dan PKB.

Meski begitu, Golkar juga terbuka untuk memiloh metode d'Hondt.

(Baca: Sistem Konversi Suara Untungkan Partai Besar)

Sementara itu, PDI-P memilih metode Sainte-Laguë murni.

Sedangkan untuk metode kuota hare dipilih oleh lima partai, yaitu PAN, PKS, Partai Nasdem, PPP, dan PKB. 5.

5. Ambang batas pencalonan Presiden 

Sebanyak lima fraksi memilih ambang batas sebesar 0 persen, yakni Partai Gerindra, PAN, PPP, Partai Hanura, dan Partai Demokrat.

Sementara PKB memilih angkanya sesuai dengan parliamentary threshold.

(Baca: Politisi Gerindra: Tak Perlu Ada Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Parlemen)

 

Adapun PPP mengusulkan 20 persen kursi atau 30 persen suara. Sedangkan Partai Nasdem, PDI-P, Partai Golkar, dan PKS menghendaki 20 persen kursi atau 25 persen suara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik Ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik Ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com