JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yakin pemberlakuan hukuman mati sebagai hukuman alternatif nantinya akan terbebas dari praktik penyelewengan.
"Kami akan melaksanakannya secara transparan," ujar Yasonna kepada wartawan di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Nantinya, pemerintah akan membentuk tim independen yang akan menilai apakah seorang terpidana hukuman mati layak dialihkan ke hukuman penjara dalam masa tertentu atau tidak.
Tim independen itu melaksanakan kerjanya berdasarkan peraturan pemerintah yang akan dibuat untuk melengkapi aturan baru soal hukuman mati dalam Revisi KUHP itu.
"Akan dibuat aturan yang ketat sehingga napi ini memang pantas untuk diubah hukumannya," ujar Yasonna.
Bahkan dalam prosesnya, pengalihan hukuman tersebut akan melibatkan publik.
"Harus kami atur itu transparan. Terbuka dari publik untuk juga ikut mengkritisinya," ujar Yasonna.
Pemerintah sebelumnya merencanakan hukuman mati di Indonesia tidak lagi menjadi hukuman pokok. Hukuman mati nantinya bakal menjadi hukuman alternatif saja.
"Dalam rencana revisi UU KUHP memang mau dibuat begitu. Hukuman mati nantinya akan menjadi hukuman alternatif saja," ujar Yasonna.
(Baca: Revisi KUHP, Yasonna Sebut Hukuman Mati Akan Jadi Hukuman Alternatif)
Revisi KUHP di DPR itu sendiri berlangsung cepat. Jika tidak ada aral melintang, KUHP hasil revisi akan diputuskan pada bulan Mei 2017 yang akan datang.
Nantinya, seorang narapidana yang divonis hukuman mati akan dipantau oleh tim independen di bawah Kementerian Hukum dan HAM.
Jika sang napi dinilai bertobat, maka hukuman mati bisa dibatalkan dan diganti dengan hukuman penjara dengan masa tertentu.