JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Hakim Indonesia (IHAKI) meminta Presiden Joko Widodo menolak Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim.
Diketahui, RUU tersebut merupakan usulan DPR RI dan sepakat dibahas bersama pemerintah pada Desember 2016 lalu.
"Karena RUU itu sudah dibawa ke Munas IHAKI November 2016 di NTB. Semua hakim Indonesia menolak RUU yang mengatur tentang hal itu (jabatan hakim)," ujar Ketua IHAKI Suhadi di Kompleks Istana Presiden, Senin (27/3/2017).
(Baca: Presiden Setuju Jumlah Hakim Harus Ditambah
Menurut Suhadi, pengaturan jabatan hakim itu justru tidak memberi perubahan yang positif.
Poin pertama yang ditolak IHAKI adalah soal usia pensiun hakim agung yang berkurang dari 70 menjadi 65 tahun.
Usia pensiun hakim tingkat banding juga dikurangi dari 67 menjadi 63. Selain itu, usia pensiun hakim tingkat pertama juga dikurangi dari 65 tahun menjadi 60 tahun.
Poin kedua, setiap lima tahun Komisi Yudisial (KY) bisa mengevaluasi kinerja hakim.
DPR RI juga bisa mengevaluasi kinerja hakim. Jika dianggap tidak berkinerja baik, hakim agung akan dikocok ulang.
(Baca: Kepada Presiden, Ihaki Keluhkan Kurangnya Hakim)
Hal itu dinilai intervensi terhadap peradilan yang harusnya ditolak oleh pemerintah. Suhadi pun berharap Presiden merespons positif usulan tersebut.
Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly memastikan bahwa pemerintah mendengar suara hakim.
Ia mengakui, pemerintah dengan DPR RI sendiri mengalami pertentantangan dalam beberapa poin RUU. "Nanti lihat sajalah bagaimananya," ujar Yasona.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.