PONTIANAK, KOMPAS - Sampai sekarang belum semua daerah menginisiasi terbentuknya kabupaten/kota layak anak. Padahal, program tersebut telah diluncurkan sekitar 10 tahun lalu. Dari 516 kabupaten/kota di Indonesia, baru 302 yang menginisiasi kabupaten/kota layak anak.
"Komitmen politik untuk perlindungan anak sangat rendah. Padahal implementasi kabupaten/kota layak anak sangat ditentukan oleh komitmen pengambil kebijakan, partai politik, serta masyarakat termasuk budayawan dan tokoh masyarakat," ujar Hamid Patilima, anggota Tim Ahli Pengembangan Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA) Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, di sela kegiatan Lokakarya Advokasi Pengembangan KLA Tingkat Provinsi Kalimantan Barat 2017, Selasa (21/3), di Pontianak.
Kegiatan yang terselenggara atas kerja sama Wahana Visi Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), serta Pemerintah Provinsi Kalbar itu berlangsung sejak Senin (20/3).
Menurut Hamid, jika pemda sensitif dengan isu perlindungan anak dan memikirkan kepentingan jangka panjang, seharusnya program pemda bisa disinergikan dengan isu anak, mulai dari pendidikan, kesehatan, dan berbagai hal yang terkait dengan persoalan anak.
Saat ini, sejumlah program pembangunan tidak ramah terhadap anak-anak. Fasilitas publik seperti stasiun kereta api, terminal bus, kapal penyeberangan, dan bandar udara tidak banyak memberikan ruang bermain yang bebas untuk anak-anak saat berada di area fasilitas tersebut. Sebaliknya, pemerintah lebih memfasilitasi hadirnya tempat berjualan makanan dan lain-lain.
Fasilitasi pendampingan
Untuk mendorong pemda menginisiasi KLA, sejumlah lembaga nonpemerintah seperti Wahana Visi Indonesia saat ini aktif melakukan pendampingan kepada kabupaten/kota di sejumlah daerah. Di Kalbar, misalnya, Wahana Visi Indonesia hadir di 49 desa yang tersebar di tujuh kabupaten/kota, yaitu Landak, Kubu Raya, Sintang, Melawi, Sekadau, Sambas, dan Bengkayang, melalui program pendidikan, program kesehatan dan sanitasi, program ekonomi, serta program partisipasi dan perlindungan anak.
"Kami hadir di Kalbar karena masih banyak anak-anak yang belum mendapat hak-hak secara benar," kata Portunatas Tamba, General Manager Zona Kalbar Wahana Visi Indonesia.
Di bidang kesehatan, misalnya, di sejumlah kabupaten/kota angka anak yang terkena stunting (tumbuh tak normal karena gizi buruk) mencapai 40 persen. Di bidang pendidikan, masih banyak anak usia sekolah belum sekolah, bahkan banyak yang putus sekolah di jenjang SD.
Reny Hidjazi dari Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita Borneo menilai untuk menuju KLA, kabupaten/kota di Kalimantan Barat masih perlu banyak berbenah. Misalnya, komitmen menyediakan ruang bermain untuk anak-anak disertai dukungan regulasi. (SON/ESA)
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Maret 2017, di halaman 12 dengan judul "Perlindungan Anak Perlu Komitmen Politik".