Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini "Oleh-oleh" Pansus RUU Pemilu DPR dari Kunjungannya ke Jerman

Kompas.com - 20/03/2017, 18:31 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) membawa pulang sejumlah "oleh-oleh" dari hasil kunjungannya ke Jerman pekan lalu.

Kunjungan tersebut berlangsung sejak 11 Maret 2017 hingga 16 Maret 2017. Sebagian anggota Pansus berada di Jerman selama total tiga hari. Pansus berkonsultasi ke sejumlah pihak di Jerman untuk mendalami soal kepemiluan.

Tiba di Jerman pada hari pertama, sekitar pukul 17.00, Pansus langsung berdiskusi dengan Prof Dr Andreas Ufen dari GIGA Hamburg.

Andreas Ufen merupakan ahli politik Jerman dan analis politik Asia Selatan yang direkomendasikan oleh Kedutaan Besar RI di Jerman untuk memberi masukan kepada Pansus.

Diskusi dengan Andreas berlangsung hingga pukul 00.00 di Wisma KBRI.

Hari kedua dihabiskan Pansus untuk berdiskusi dengan Mahkamah Konstitusi di Jerman. Sedangkan pada hari ketiga, Pansus menemui Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jerman, Departemen Dalam Negeri dan partai pemenang pemilu di Jerman.

Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto menuturkan, salah satu poin masukan adalah berkaitan dengan peradilan khusus pemilu. Jerman sempat ingin membentuk peradilan khusus pemilu, namun urung dilakukan.

Dari hasil diskusi panjang dengan hakim Mahkamah Konstitusi disimpulkan bahwa Indonesia belum memerlukan peradilan khusus.

"Kita cukup dengan memaksimalkan pengadilan yang ada sekarang, misal MK, MA dan peradilan di bawahnya," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/3/2017).

Selain itu, Pansus juga mendalami mengenai penggunaan teknologi pemungutan suara elektronik (e-voting). Menurut Yandri, sejumlah anggota pansus cukup kuat menyuarakan keinginan untuk menggunakan teknologi tersebut.

Jerman sempat menerapkan e-voting, namun MK Jerman kemudian memutuskan bahwa e-voting harus dihentikan. Salah satu alasan adalah dari sisi keamanan dan kesiapan teknologi.

(Baca: Usai Kunker Ke Jerman, Pansus Pemilu Temukan E-Voting Rawan Diretas)

Metode penghitungan elektronik (e-counting) dianggap lebih perlu untuk mempercepat proses rekapitulasi suara.

Yandri menuturkan, proses pemilu di Jerman berakhir pukul 14.00, dan sekitar pukul 22.00 sudah diketahui hasilnya. Pansus pun bertanya, apa kunci agar rekapitulasi suara yang kilat tersebut bisa dilakukan.

"Yang dilakukan KPU, walaupun KPU belum terlalu maju, itu yang kami mau upgrade lagi," ucap Sekretaris Fraksi PAN di DPR itu.

(Baca juga: Indonesia Lebih Butuh "E-rekap" daripada "E-voting")

Pansus juga mendapat sejumlah masukan terkait lima isu krusial yang akan dibahas dalam RUU Pemilu.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com